PENDAHULUAN
Pendidikan anak adalah
perkara yang sangat penting di dalam Islam. Di dalam Al-Quran kita dapati
bagaimana Allah menceritakan petuah-petuah Luqman yang merupakan bentuk
pendidikan bagi anak-anaknya. Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah SAW. kita temui banyak
juga bentuk-bentuk pendidikan terhadap anak, baik dari perintah maupun
perbuatan beliau secara langsung.
Seorang pendidik, baik
orangtua maupun guru hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggung-jawab mereka
di hadapan Allah SWT. terhadap pendidikan putra-putrinya. Tentang perkara ini,
Allah SWT. berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا
أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
Artinya: “Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu”.
(Q.S. At-Tahrim:
6)
Dan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, Rasulullah SAW. bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Setiap di antara kalian
adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban”
Untuk itu -tidak bisa tidak-, seorang guru atau orang tua harus tahu apa
saja yang harus diajarkan kepada seorang anak serta bagaimana metode yang telah
dituntunkan oleh junjungan umat ini, Rasulullah SAW.
Dalam makalah ini kami berupaya untuk memaparkan secara singkat terntang
pendidikan anak dalam islam yang diambil dari beberapa hadits Rasulullah SAW.,
sebagai sumber utama dari penulisan makalah ini adalah kitab Al-Lu’lu wa Al-Marjan
dan ditambah dengan kitab-kitab hadits lainnya sebagi penjelas.
PEMBAHASAN
A. Keharusan
Menggunakan Metode Yang Tidak Membosankan
حديث عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ
كَانَ يُذَكِّرُ النَّاسَ فِي كُلِّ خَمِيسٍ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا أَبَا
عَبْدِ الرَّحْمنِ لَوَدِدْتُ أَنَّكَ ذَكَّرْتَنَا كُلَّ يَوْمٍ قَالَ: أَمَا
إِنَّهُ يَمْنَعُنِي مِنْ ذلِكَ أَنِّي أَكْرَهُ أَنْ أُمِلَّكُمْ وَإِنِّي
أَتَخَوَّلُكُمْ بِالْمَوْعِظَةِ، كَمَا كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم
يَتَخَوَّلُنَا بِهَا، مَخَافَة السَّآمَةِ عَلَيْنَا. (أخرجه البخاري في: 3 كتاب
العلم: 12 باب من جعل لأهل العلم أيامًا معلومة)
Artinya: “Abdullah bin Mas'uud r.a. biasa memberi nasihat pada
orang-orang tiap hari Kamis, dan ketika ditanya oleh seorang: Hai Abu
Abdirrahman aku ingin sekira anda dapat memberi ajaran dan nasihat itu tiap
hari. Jawab Ibn Mas'uud: Sesungguhnya yang mencegah diriku untuk memberi
nasihat kepada kalian tiap hari itu, karena aku kuatir menjemukan kalian, maka
aku jarang-jarang memberi nasihat kepada kalian sebagaimana Nabi saw. dahulu
berbuat sedemikian kepada kami kuatir menjemukan kami. (H.R. Bukhari,
Muslim).
Banyak cara yang dilakukan Rasulullah SAW dalam
memberikan petuah atau nasihat kepada para sahabat dan anak-anak khususnya.
Salah satunya adalah sederhana dan singkat, seperti yang digambarkan pada
hadits di atas, Rasulullah SAW biasa menyampaikan nasihatnya dalam bentuk yang
sederhana dan singkat, hal ini dimaksudkan agar si anak yang diberikan nasihat
tidak mudah jemu dan bosan, sehingga maksud dan tujuan yang ingin disampaikan
bisa diperoleh dengan maksimal. Nasihat yang singkat, mudah dipahami dan
mencakup semua apa yang ingin disampaikan itu akan sangat bermanfaat bagi si
anak, sementara nasihat yang panjang dan berbelit-berlit hanya akan menimbulkan
kejemuan pada diri si anak tersebut. Nasihat yang menjemukan itu sama sekali
tidak berguna dan tidak berpengaruh atau berbekas, bahkan kemungkinan
menyebabkan dosa, yaitu jika yang dinasihati ngomel, karena jemunya.
B.
Anak Adalah
Cobaan
حديث عَائِشَةَ، قَالَتْ: دَخَلَتِ امْرَأَةٌ، مَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا،
تَسْأَلُ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِي شَيْئًا، غَيْرَ تَمْرَةٍ، فَأَعْطَيْتُهَا
إِيَّاهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا، وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا ثُمَّ
قَامَتْ فَخَرَجَتْ فَدَخَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم، عَلَيْنَا،
فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ: مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هذِهِ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ، كُنَّ
لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ (أخرجه البخاري في: 24 كتاب
الزكاة: 10 باب اتقوا النار ولو بشق تمرة)
Artinya: A'isyah r.a. berkata- Seorang wanita datang kepadanya membawa
dua putrinya meminta-minta, karena aku tidak mempunyai apa-apa selain sebiji
kurma maka aku berikan kepadanya, lalu ia bagi sebiji kurma itu kepada kedua
putrinya sedang ia sendiri tidak makan, kemudian ia keluar. Maka masuklah Nabi
saw. dan aku beritahu keadaan wanita peminta itu dengan kedua putrinya, lalu
Nabi saw. bersabda: Siapa yang diuji oleh Allah lantaran putri-putrinya dengan
suatu ujian, maka insya Allah kelak ia akan menjadi dinding baginya dari api
neraka. (H.R. Bukhari, Muslim)
Dari cerita Sayyidah Aisyah ra. diatas, bisa dibayangkan bagaimana cinta si
ibu kepada kedua putrinya, ia rela untuk tidak memakan kurma pemberian Sayyidah
Aisyah tersebut, dan memilih untuk memberikannya kepada kedua putrinya, padahal
ia ketika itu sedang lapar. Kemudian hubungan cerita ini dengan hadits Nabi
yang datang setelahnya, yakni “Siapa yang diuji oleh Allah lantaran putri-putrinya dengan
suatu ujian, maka insya Allah kelak ia akan menjadi dinding baginya dari api
neraka”. Rasa lapar yang
mendera si ibu dengan kedua putrinya merupakan ujian dari Allah, sementara
kerelaan si ibu untuk menahan rasa laparnya demi kedua putri tercintanya
merupakan kebaikan yang ia kerjakan untuk putrinya. Dengan demikian, Rasulullah
menjanjikan bahwa putri-putrinya itu kelak akan menjadi dinding baginya dari
api neraka.
Pada dasarnya anak adalah ujian bagi setiap orang tua, karena ia merupakan
amanah dan titipan dari Allah SWT untuk dijaga dengan baik. Oleh karena itu,
sudah seharusnya bagi setiap orang tua untuk berbuat baik dan sabar dalam mengurus
putra putrinya, terutama dalam mendidik mereka. Karena di dalam kebaikan
tersebut akan ada hasil yang memuaskan, setidaknya jika anak itu diperlakukan
dengan perlakuan yang baik akan tumbuh di dalam jiwanya sifat lemah-lembut dan
kasih-sayang, berbeda dengan anak yang dibesarkan dengan perlakuan kasar dan
bengis. Dan satu hal yang pasti dari hadis Nabi di atas bahwa anak itu kelak
akan menjadi penolong bagi orang tuanya.
C.
Setiap Anak
Dilahirkan Dalam Kondisi Fitroh
حديث أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ
أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً
جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُ أَبُو
هُرَيرَةَ رضي الله عنه: (فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ
تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ، ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ). (أخرجه البخاري في: 23 كتاب
الجنائز: 80 باب إذا أسلم الصبي فمات هل يصلى عليه)
Artinya: Abuhurairah r.a. berkata: Nabi saw. bersabda: Tiada bayi yang
dilahirkan melainkan lahir di aias fitrah, maka ayah bundanya
yang mendidiknya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi, sebagai lahirnya binatang yang lengkap sempurna. Apakah ada binatang yang lahir terputus telinganya? Kemudian Abuhurairah r.a. membaca: Fitratallahi allati fatharannaasa alaiha, laa tabdila likhalqillahi (Fitrah yang diciptakan Allah pada semua manusia, tiada perubahan terhadap apa yang dicipta oleh Allah. Itulah agama yang lurus. (H.R. Bukhari, Muslim)
yang mendidiknya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi, sebagai lahirnya binatang yang lengkap sempurna. Apakah ada binatang yang lahir terputus telinganya? Kemudian Abuhurairah r.a. membaca: Fitratallahi allati fatharannaasa alaiha, laa tabdila likhalqillahi (Fitrah yang diciptakan Allah pada semua manusia, tiada perubahan terhadap apa yang dicipta oleh Allah. Itulah agama yang lurus. (H.R. Bukhari, Muslim)
Dari hadits di atas dapat diketahui bahwa manusia
yang baru lahir sebenarnya sudah membawa fitrah keagamaan yang lurus, namun
kemudian orang tuanya lah yang menjadikan agama mereka Islam, Yahudi, atau Nasrani dengan
pendidikan, pengalaman dan kebiasaan yang diberikan oleh orang tua mereka
masing-masing.
Jika kita cermati lebih dalam lagi, hadits ini
lebih menekankan pada pengaruh pendidikan keluarga pada pembentukan fitah anak.
Disini lah peran orang tua sangat penting, karena jika membicarakan pendidikan
keluarga secara tidak langsung yang disoroti di sini adalah pola asuh yang
ditanamkan orang tua untuk mengajarkan berbagai ilmu pada anak. Karena lebih
dari 90% waktu anak dihabiskan bersama orang tua di lingkungan keluarga.
Faktor pertama yang
mempengaruhi hasil belajar mengajar, jika merujuk pada teks hadis di atas
adalah lingkungan keluarga, sebagai unit pertama dan institusi pertama anak
dipelihara, dibesarkan dan dididik. Lingkungan keluarga di sini memberikan
peranan yang sangat berarti dalam proses keberhasilan anak dalam pendidikan.
Sebab di lingkungan inilah anak menerima sejumlah nilai dan norma yang
ditanamkan sejak awal kepadanya.
Pada masa kecil,
keimanan anak belum merupakan suatu keyakinan sebagai hasil pemikiran yang obyektif,
tetapi lebih merupakan bagian dari kehidupan alam perasaan yang berhubungan
erat dengan kebutuhan jiwanya akan kasih sayang, rasa aman dan kenikmatan
jasmaniah. Peribadatan anak pada masa ini masih merupakan tiruan dan kebiasaan
yang kurang dihayati.
Peniruan sangat
penting dalam kehidupan anak, mulai dari bahasa, mode, adat istiadat dan
sebagainya. Hampir semua kehidupan anak berpangkal pada proses peniruan.
Misalnya saja, apabila anak-anak itu melihat orang tuannya shalat, maka mereka
juga mencoba untuk mengikutinya. Maka dari itu, lingkungan keluarga (rumah
tangga) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat dan sikap
keberagamaan seseorang.
D. Keharusan
Yang Dilakukan Para Orang Tua Terhadap Anak Baru Lahir
1. Sunnat
Mengganti Nama Yang Jelek Dengan Nama Yang Baik
حديث أَبِي هُرَيْرَةَ،
أَنَّ زَيْنَبَ كَانَ اسْمُهَا بَرَّةً، فَقِيلَ تُزَكِّي نَفْسَهَا فَسَمَّاهَا
رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، زَيْنَبَ. (أخرجه البخاري في: 78 كتاب الأدب:
108 باب تحويل الاسم إلى اسم أحسن منه)
Artinya: Abuhurairah r.a. berkata: Dahulunya Zainab itu bernama Barrah,
untuk menunjukkan kebaikan dirinya, lalu oleh Nabi saw. diganti nama Zainab r.a.
(H.R. Bukhari, Muslim).
Hadits
ini mengisyaratkan kepada kita semua, betapa Rasulullah sangat memperhatikan
dengan nama-nama orang muslim ketika itu. Nama Barrah, bukanlah nama yang jelek
secara arti, namun Rasulullah lebih menginginkan nama yang lebih baik dari itu,
maka beliau gantilah nama Barrah tersebut dengan Zainab.
Memberikan
nama kepada anak merupakan tradisi sosial yang turun temurun dilakukan oleh
setiap orang dimana pun mereka berada. Sehingga dengan nama itu seorang anak
dapat dikenali oleh orang-orang sekelilingnya. Di dalam Islam, pemberian nama
kepada anak yang baru lahir bukanlah sekedar tradisi belaka, melainkan ia
merupakan sunnah dan tuntunan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Di
dalam pemberian nama ada hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik
dalam hal ini orang tua. Yang di antaranya adalah memilihkan untuk mereka
nama-nama yang baik dan indah, bukan nama-nama yang kelak dapat menodai
kehormatan anak tersebut dan menjadikannya bahan celaan atau cemoohan bagi
orang lain.
Sebuah
nama bukanlah tanpa arti, melainkan ia merupakan do’a dan harapan orang tua
kepada anaknya. Maka dari itu tidak heran, jika Rasulullah SAW. menganjurkan kepada umat Islam untuk
memberikan nama kepada anak-anak mereka dengan nama-nama yang baik dan bernilai
ibadah, seperti: Abdullah, Abdurrahman, Abdul Malik, Ahmad, Muhammad, serta
nama para nabi lainnya. Dengan demikian, diharapkan umat Islam berbeda dengan
umat-umat lainnya dalam setiap penampilan hidupnya, agar senantiasa menjadi
suatu umat paling baik, yang menunjukkan umat manusia kepada cahaya kebenaran
dan prinsip-prinsip Islam.
- Haram Memakai Nama Raja Yang Di Raja (Syahan-Syah) Malikul Amlaak (Malikul Muluk) (Qadhil Qudhaat)
حديث أَبِي هُرَيْرَةَ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: أَخْنَعُ الأَسْمَاءِ عِنْدَ
اللهِ رَجُلٌ تَسَمَّى بِمَلِكِ الأَمْلاَكِ. (أخرجه البخاري في: 78 كتاب الأدب:
114 باب أبغض الأسماء عند الله)
Artinya: Abuhurairah r.a. berkata: Nabi saw. bersabda:
Nama yang sangat hina di sisi Allah ialah orang menamakan dirinya raja yang
diraja (raja dari semua raja). (H.R. Bukhari, Muslim)
Dalam
hadits ini Rasulullah SAW. mengabarkan bahwasanya nama atau gelar yang paling
buruk, paling rendah, dan paling hina di sisi Allah adalah nama atau gelar yang
mengandung arti Raja Diraja (raja dari segala raja). Hal ini dikarenakan dia
meninggikan dirinya dengan ketinggian yang sulit dicapai dan mendudukkan
dirinya dengan kedudukan Rabb Azza wajalla, dan dia mencoba menyamai
kerajaan-Nya secara mutlak. Padahal Rasulullah SAW. telah menjelaskan
bahwasanya tiada penguasa di alam semesta ini yang lebih berkluasa dan lebih
merajai selain Allah SWT.
Hadits
di atas mengajarkan kepada siapa saja yang hendak memberi nama atau gelar
kepada seseorang yang dianggap memiliki kedudukan atau yang semacamnya, untuk
memahami terlebih dahulu makna yang terkandung di dalamnya, sehingga tidak
menimpa mereka ancaman dari hadits ini berupa kehinaan dan kerendahan bagi yang
memberi atau yang diberi gelar dengan Raja Diraja.
- Sunnat Mentahnikkan Bayi Kepada Orang Yang Salih, Dan Diberi Nama Yang Baik.
“Tahnik ialah mengunyah sesuatu kemudian meletakkan/ memasuk-
kan nya ke mulut bayi, lalu menggosok-gosokkan ke langit-langit mulutnya. Dilakukan
demikian kepada bayi agar supaya ia terlatih terhadap makanan dan untuk
menguatkannya. Dan
yang patut dilakukan ketika mentahnik hendaklah mulut bayi tersebut dibuka
sehingga sesuatu yang telah dikunyah masuk ke dalam perutnya. Dan yang lebih
utama ketika mentahnik ialah dengan kurma kering (tamr). Jika tidak mudah
mendapatkan kurma kering (tamr), maka dengan kurma basah (ruthab). Dan kalau
tidak ada kurma dengan sesuatu yang manis dan tentunya madu lebih utama dari
yang lainnya (kecuali kurma). Berikut di bawah ini disebutkan
beberapa hadits mengenai tahnik.
حديث أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: كَانَ ابْنٌ لأَبِي طَلْحَةَ يَشْتَكِي، فَخَرَجَ
أَبُو طَلْحَةَ، فَقُبِضَ الصَّبِيُّ فَلَمَّا رَجَعَ أَبُو طَلْحَةَ، قَالَ: مَا
فَعَل ابْني قَالَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ: هُوَ أَسْكَنُ مَا كَانَ فَقَرَّبَتْ
إِلَيْهِ الْعَشَاءَ، فَتَعَشَّى، ثُمَّ أَصَابَ مِنْهَا فَلَمَّا فَرَغَ،
قَالَتْ: وَارِ الصَّبِيَّ فَلَمَّا أَصْبَحَ أَبُو طَلْحَةَ أَتَى رَسُولَ اللهِ
صلى الله عليه وسلم، فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ: أَعْرَسْتُمُ اللَّيْلَةَ قَالَ:
نَعَمْ قَالَ: اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمَا فَوَلَدَتْ غُلاَمًا قَالَ لِي أَبُو
طَلْحَةَ: احْفَظْهُ حَتَّى تَأْتِيَ بِهِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَأَتَى
بِهِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، وَأَرْسَلَتْ مَعَهُ بِتَمَرَاتٍ، فَأَخَذَهُ
النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: أَمَعَهُ شَيْءٌ قَالُوا: نَعَمْ،
تَمَرَاتٌ فَأَخَذَهَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم، فَمَضَغَهَا، ثُمَّ أَخَذَ
مِنْ فِيهِ، فَجَعَلَهَا فِي فِي الصَّبِيِّ، وَحَنَّكَهُ بِهِ، وَسَمَّاهُ عَبْدَ
اللهِ. (أخرجه
البخاري في: 71 كتاب العقيقة: 1 باب تسمية المولود غداة يولد لمن لم يعق عنه،
وتحنيكه)
Artinya: Anas bin Malik r.a. berkata: Putra Abu
Thalhah sakit, dan Abu Thalhah keluar lalu putranya mati, dan ketika kembali
Abu Thalhah tanya: Bagaimana putraku? Jawab Ummu Sulaim: Kini ia telah tenang
dari semula. Lalu Ummu Sulaim menghidangkan makan asya', dan sesudah makan lalu
tidur bersetubuh pada Ummu Sulaim, setelah selesai Ummu Sulaim berkata pada
orang-orang di rumah: Lurupilah anak itu. Kemudian ketika pagi Abu Thalhah
pergi memberitahu pada Rasulullah saw. Nabi saw. bertanya: Apakah kalian
kemantenan semalam? Jawab Abu Thalhah: Ya. Maka Nabi saw. berdo'a: Ya Alah
berkahilah keduanya, maka setelah cukup waktunya Ummu Sulaim melahirkan putra.
Abu Thalhah berkata: Jagalah anak ini sampai anda bawa kepada Nabi saw. Lalu
dibawa oleh Anas kepada Nabi saw. dengan beberapa biji kurma, maka diterima
oleh Nabi saw. bayi itu. Lalu Nabi bertanya: Apakah ada sesuatu yang dibawa
bersamanya? Jawab Anas: Ya, beberapa biji kurma, lalu diterima oleh Nabi saw.
dan Beliau kunyah beberapa biji kurma kemudian disuapkan pada bayi (yaitu
tahnik) dan beliau beri nama anak itu dengan nama Abdullah. (H.R. Bukhari,
Muslim).
حديث أَبِي مُوسى رضي
الله عنه، قَالَ: وُلِدَ لِي غُلاَمٌ، فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صلى الله عليه
وسلم، فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ، فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ وَدَعَا لَهُ
بِالْبَرَكَةِ وَدَفَعَه إِلَيَّ وَكَانَ أَكْبَرَ وَلَدِ أَبِي مُوسى. (أخرجه البخاري في: 71
كتاب العقيقة: 1 باب تسمية المولود غداة يولد لمن لم يعق عنه، وتحنيكه)
Artinya: Abu Musa r.a. berkata: Aku mendapat seorang
putra kemudian kubawa kepada Nabi saw. Kemudian oleh beliau anak itu diberi
nama dengan nama Ibrahim, setelah itu beliau mentahniknya dengan Kurma dan mendo'akan
keberkatan untuknya, lalu diserahkan kembali kepadaku, dan itu putraku yang
terbesar (tertua). (H.R. Bukhari, Muslim)
حديث
أَسْمَاءَ رضي الله عنها، أَنَّهَا حَمَلَتْ بِعَبْدِ اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ
قَالَتْ: فَخَرَجْتُ وَأَنَا مُتِمٌّ فَأَتَيْتُ الْمَدِينَةَ، فَنَزَلْتُ
بِقُبَاءٍ، فَوَلَدْتُهُ بِقُبَاءٍ ثُمَّ أَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صلى الله عليه
وسلم، فَوَضَعْتُهُ فِي حَجْرِهِ ثُمَّ دَعَا بِتَمْرَةٍ فَمَضَغَهَا، ثُمَّ
تَفَلَ فِي فِيهِ فَكَانَ أَوّلَ شَيْءٍ دَخَلَ جَوْفَهُ رِيقُ رَسُولِ اللهِ صلى
الله عليه وسلم ثُمَّ حَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ، ثُمَّ دَعَا لَهُ وَبَرَّكَ عَلَيْهِ؛
وَكَانَ أَوَّلَ مَوْلُودٍ وُلِدَ فِي الإِسْلاَمِ. (أخرجه البخاري في: 63 كتاب
مناقب الأنصار: 45 باب هجرة النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه إلى المدينة)
Artinya: Asmaa r.a. ketika
mengandung Abdullah bin Azzubair, berkata: Aku keluar menuju Madinah di saat
bunting tua, sesampainya di Qubaa' aku melahirkan, kemudian aku bawa putraku
itu kepada Nabi saw. dan kuletakkan di pangkuan Nabi saw. lalu beliau meminta
kurma dan dan mengunyahnya kemudian mentahnikkan (menyuapkan) nya ke dalam
mulut bayiku itu, dan itulah pertama yang masuk ke dalam perut anakku, yaitu ludah
Rasulullah saw. kemudian beliau mendo'akan keberkatan untuknya, dan itu pula
pertama bayi dilahirkan dalam Islam. (H.R. Bukhan, Muslim).
Tahnik sebagaimana dijelaskan pada tiga hadis di
atas adalah mengunyah sesuatu kemudian meletakkan/ memasukkan nya ke
mulut bayi, lalu menggosok-gosokkan ke langit-langit mulutnya.
Dalam hal ini disunnatkan dengan menggunakan kurma dan dilakukan setelah si
bayi itu lahir, namun jika tidak didapatkan kurma ketika itu maka boleh
digantikan dengan yang lain, sesuatu yang manis, sebab menurut ulama yang membolehkan
tahnik (bukan perbuatan khusus bagi Rasulullah SAW. saja), maka yang paling
utama menurut mereka menggunakan kurma, jika tidak ada maka dengan sesuatu yang
manis sebagaimana pendapat Syafi’iyyah dan Hanabilah.
Dan sunnah pula mentahnikkan sorang bayi itu kepada seorang yang sholeh,
sebagaimana para sahabat yang tersebut di dalam hadits di atas membawa
putra-putrinya kepada Rasulullah SAW untuk ditahnik.
Sebagaimana dijelaskan di dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Anas bin Malik di atas bahwa Rasulullah SAW setelah selesai
mentahnik putra Abu Thalhah, beliau berdo’a dengan do’a keberkahan dan kemudian
memebrikan nama kepeda putra Abu Thalhah dengan nama Abdullah. Jadi selain
ditahnik dengan kurma atau sesuatu yang manis, seorang bayi juga sunnat untuk
dido’akan dengan do’a-do’a keberkahan serta diberi nama dengan nama-nama yang
baik dan bernilai ibadah dalam Islam.
Menurut para ulama terdahulu dan para ahli
kesehatan, mentahnik bayi yang baru lahir dengan kurma itu ada beberapa hikmah
yang terkandung di dalamnya, di antaranya adalah agar yang paling pertama masuk di perut bayi adalah sesuatu
yang manis dan ketika itu berdoa mengharapkan keberkahan.
Selain itu, sebagaimana yang dipaparkan oleh dr. Muhammad Ali al-Baar bahwa tahnik bermanfaat bagi kesehatan si
bayi. Karena sesungguhnya kandungan zat gula “glukosa” dalam darah bayi yang
baru lahir adalah sangat kecil, dan jika bayi yang lahir beratnya lebih kecil
maka semakin kecil pula kandungan zat gula dalam darahnya.
Oleh
karena itu, bayi prematur (lahir sebelum dewasa), beratnya kurang dari 2,5 kg,
maka kandungan zat gulanya sangat kecil sekali, dimana pada sebagian kasus
malah kurang dari 20 mg/100ml darah. Adapun anak yang lahir dengan berat badan
di atas 2,5 kg maka kadar gula dalam darahnya biasanya di atas 30 mg/100 ml.
Kadar
semacam ini berarti (20 atau 30 mg/100 ml darah) merupakan keadaan bahaya dalam
ukuran kadar gula dalam darah. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya berbagai
penyakit, seperti: Bayi menolak untuk disususi, otot-ototnya melemas, berhenti
secara terus-menerus aktivitas pernafasan dan kulit bayi menjadi kebiruan, Kontraksi
atau kejang-kejang. Maka mentahnik bayi dengan kurma adalah
sebuah perkara yang menakjubkan, karena di dalamnya terdapat manfaat-manfaat
medis yang besar. Terbukti bahwa pada kurma terdapat unsur-unsur vital yang
dapat melindungi dari penyakit dan menguatkan daya tahan tubuh yang telah
didapatkannya dari Allah. Kurma memainkan peran sebagai vaksin yang akan
melindungi dan membentenginya sepanjang hidupnya, sebagaimana bayi yang diberi
vaksin polio, difteri, dan campak.
Selain itu
mentahnik dengan kurma juga dapat menambah berat badan anak,
memelihara ketajaman dan kebinaran mata, mencegah penonjolan bola mata, melawan
kekaburan, menguatkan penglihatan dan pendengaran, menenangkan saraf dan
menguatkannya, menghilangkan ketegangan, menggiatkan kelenjar tiroid, serta
memberikan ketenangan dan kedamaian kepada jiwa.
Kurma mudah dicerna dan cepat berpengaruh dalam
menyegarkan tubuh. Ia dapat melancarkan kencing, membersihkan lever, dan
mencuci ginjal. Air rebusannya bermanfaat untuk melawan batuk, radang saluran
pernapasan, dan dahak. Seratnya dapat melawan konstipasi (sembelit). Dan
garam-garam mineralnya dapat menyeimbangkan keasaman darah yang menjadi
penyebab pengerasan ginjal dan empedu, encok, wasir, dan darah tinggi.
Demikianlah papar Ahmad Salim Badwilan dalam The Miracle of Dates karyanya.
Wallahu a’lam bis shawab.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Islam adalah agama yang memperhatikan ummatnya dalam segala
hal dan aspek kehidupan. Bukan hanya dalam masalah beribadah kepada Allah
semata, tetapi islam juga memperhatikan aspek-aspek sosial yang berhubungan
dengan keluarga terutama anak dan juga orang banyak, masyarakat luas.
Dari paparan diatas, bisa simpulkan bahwa sebenarnya Islam
begitu sangat memperhatikan dengan pendidikan dan perkembangan
generasi-generasinya, yang dalam hal ini dicontohkan secara langsung oleh
Rasulullah SAW., bagaimana Rasulullah mencontohkan kepada orang tua dalam hal
memberikan nasihat dan wajengan agar nasihat itu bisa diterima oleh anak,
bagaimana pula berbuat baik kepada anak-anak sendiri, dan bukan hanya sekedar
itu. Rasulullah SAW juga memperhatikan dan mencontohkan serta menganjurkan
ummatnya untuk memberi nama yang baik, yang mana pemberian nama ini akan sengat
berpengaruh pada kondisi anak di waktu besarnya kelak. Rasulullah juga sangat
memperhatikan dengan kondisi si bayi terutama kesehatannya, maka dari itu
beliau selalu menganjurkan untuk mentahnik anak yang baru lahir dengan kurma,
hal ini bertujuan untuk menguatkan daya tahan tubuh si bayi. Dan juga beliau
menganjurkan untuk mendo’akan setiap anak yang baru lahir dengan do’a-do’a
keberkahan, yang dalam hal ini mengandung nilai-nilai spiritual baik bagi orang
tua maupun anak.
Maka dari itu, diharapkan kepada para orang tua untuk lebih
memperhatikan dengan sunnah-sunnahnya Rasulullah SAW., secara khusus
sunnah-sunnah Beliau yang berhubungan langsung dengan masalah pendidikan anak
sejak dini, agar tercipta generasi-genarasi muslim yang handal, yang mampu
meneguhkan agamanya, bangsa, dan negaranya. Sebab nasib agama dan bangsa
terletak pada generasi-generasi mudanya, dan nasib generasi muda tergantung
pada pendidikan orang tua sejak kecilnya dan para guru yang mengajarinya.
B. SARAN
Demikianlah makalah
singkat ini penulis susun setelah mentela’ah beberapa hadits yang berhubungan
langsung dengan “Pendidikan Anak Dalam Islam”. Yang merujuk pada kitab al-Lu’lu’wa
al-Marjan dan beberapa kitab hadits lainnya sebagai tambahan penjelasan.
Meski tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, namun setidaknya bisa menambah
wawasan dan pengetahuan penulis. Sebagai penutup penulis sarankan kepada siapa
saja yang membaca makalah ini untuk dapat kiranya mengoreksi dan mencermati
lebih dalam lagi isi yang ada di dalamnya, dan jika ada kesalahan dalam bentuk
apa pun, maka sebuah kehormatan bagi penulis jika Anda berkenan untuk
memberitahukannya kepada kami, agar kami bisa memperbaikinya di kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar