Senin, 30 Juni 2014

Pendidikan Anak Dalam Islam


PENDAHULUAN


Pendidikan anak adalah perkara yang sangat penting di dalam Islam. Di dalam Al-Quran kita dapati bagaimana Allah menceritakan petuah-petuah Luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi anak-anaknya. Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah SAW. kita temui banyak juga bentuk-bentuk pendidikan terhadap anak, baik dari perintah maupun perbuatan beliau secara langsung.
Seorang pendidik, baik orangtua maupun guru hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggung-jawab mereka di hadapan Allah SWT. terhadap pendidikan putra-putrinya. Tentang perkara ini, Allah SWT. berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”.
(Q.S. At-Tahrim: 6)
Dan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, Rasulullah SAW. bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Setiap di antara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban”
Untuk itu -tidak bisa tidak-, seorang guru atau orang tua harus tahu apa saja yang harus diajarkan kepada seorang anak serta bagaimana metode yang telah dituntunkan oleh junjungan umat ini, Rasulullah SAW.

Dalam makalah ini kami berupaya untuk memaparkan secara singkat terntang pendidikan anak dalam islam yang diambil dari beberapa hadits Rasulullah SAW., sebagai sumber utama dari penulisan makalah ini adalah kitab Al-Lu’lu wa Al-Marjan dan ditambah dengan kitab-kitab hadits lainnya sebagi penjelas.


PEMBAHASAN



      A. Keharusan Menggunakan Metode Yang Tidak Membosankan
حديث عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ كَانَ يُذَكِّرُ النَّاسَ فِي كُلِّ خَمِيسٍ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمنِ لَوَدِدْتُ أَنَّكَ ذَكَّرْتَنَا كُلَّ يَوْمٍ قَالَ: أَمَا إِنَّهُ يَمْنَعُنِي مِنْ ذلِكَ أَنِّي أَكْرَهُ أَنْ أُمِلَّكُمْ وَإِنِّي أَتَخَوَّلُكُمْ بِالْمَوْعِظَةِ، كَمَا كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَتَخَوَّلُنَا بِهَا، مَخَافَة السَّآمَةِ عَلَيْنَا. (أخرجه البخاري في: 3 كتاب العلم: 12 باب من جعل لأهل العلم أيامًا معلومة)
Artinya: “Abdullah bin Mas'uud r.a. biasa memberi nasihat pada orang-orang tiap hari Kamis, dan ketika ditanya oleh seorang: Hai Abu Abdirrahman aku ingin sekira anda dapat memberi ajaran dan nasihat itu tiap hari. Jawab Ibn Mas'uud: Sesungguhnya yang mence­gah diriku untuk memberi nasihat kepada kalian tiap hari itu, karena aku kuatir menjemukan kalian, maka aku jarang-jarang memberi nasihat kepada kalian sebagaimana Nabi saw. dahulu berbuat sede­mikian kepada kami kuatir menjemukan kami. (H.R. Bukhari, Muslim).
Banyak cara yang dilakukan Rasulullah SAW dalam memberikan petuah atau nasihat kepada para sahabat dan anak-anak khususnya. Salah satunya adalah sederhana dan singkat, seperti yang digambarkan pada hadits di atas, Rasulullah SAW biasa menyampaikan nasihatnya dalam bentuk yang sederhana dan singkat, hal ini dimaksudkan agar si anak yang diberikan nasihat tidak mudah jemu dan bosan, sehingga maksud dan tujuan yang ingin disampaikan bisa diperoleh dengan maksimal. Nasihat yang singkat, mudah dipahami dan mencakup semua apa yang ingin disampaikan itu akan sangat bermanfaat bagi si anak, sementara nasihat yang panjang dan berbelit-berlit hanya akan menimbulkan kejemuan pada diri si anak tersebut. Nasihat yang menjemukan itu sama sekali tidak berguna dan tidak berpengaruh atau berbekas, bahkan kemungkinan menyebabkan dosa, yaitu jika yang dinasihati ngomel, karena jemunya.

B.     Anak Adalah Cobaan
حديث عَائِشَةَ، قَالَتْ: دَخَلَتِ امْرَأَةٌ، مَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا، تَسْأَلُ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِي شَيْئًا، غَيْرَ تَمْرَةٍ، فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا، وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ فَدَخَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم، عَلَيْنَا، فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ: مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هذِهِ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ، كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ (أخرجه البخاري في: 24 كتاب الزكاة: 10 باب اتقوا النار ولو بشق تمرة)
Artinya: A'isyah r.a. berkata- Seorang wanita datang kepadanya membawa dua putrinya meminta-minta, karena aku tidak mempunyai apa-apa selain sebiji kurma maka aku berikan kepadanya, lalu ia bagi sebiji kurma itu kepada kedua putrinya sedang ia sendiri tidak makan, kemudian ia keluar. Maka masuklah Nabi saw. dan aku beritahu keadaan wanita peminta itu dengan kedua putrinya, lalu Nabi saw. bersabda: Siapa yang diuji oleh Allah lantaran putri-putrinya dengan suatu ujian, maka insya Allah kelak ia akan menjadi dinding baginya dari api neraka. (H.R. Bukhari, Muslim)
Dari cerita Sayyidah Aisyah ra. diatas, bisa dibayangkan bagaimana cinta si ibu kepada kedua putrinya, ia rela untuk tidak memakan kurma pemberian Sayyidah Aisyah tersebut, dan memilih untuk memberikannya kepada kedua putrinya, padahal ia ketika itu sedang lapar. Kemudian hubungan cerita ini dengan hadits Nabi yang datang setelahnya, yakni “Siapa yang diuji oleh Allah lantaran putri-putrinya dengan suatu ujian, maka insya Allah kelak ia akan menjadi dinding baginya dari api neraka”. Rasa lapar yang mendera si ibu dengan kedua putrinya merupakan ujian dari Allah, sementara kerelaan si ibu untuk menahan rasa laparnya demi kedua putri tercintanya merupakan kebaikan yang ia kerjakan untuk putrinya. Dengan demikian, Rasulullah menjanjikan bahwa putri-putrinya itu kelak akan menjadi dinding baginya dari api neraka.
Pada dasarnya anak adalah ujian bagi setiap orang tua, karena ia merupakan amanah dan titipan dari Allah SWT untuk dijaga dengan baik. Oleh karena itu, sudah seharusnya bagi setiap orang tua untuk berbuat baik dan sabar dalam mengurus putra putrinya, terutama dalam mendidik mereka. Karena di dalam kebaikan tersebut akan ada hasil yang memuaskan, setidaknya jika anak itu diperlakukan dengan perlakuan yang baik akan tumbuh di dalam jiwanya sifat lemah-lembut dan kasih-sayang, berbeda dengan anak yang dibesarkan dengan perlakuan kasar dan bengis. Dan satu hal yang pasti dari hadis Nabi di atas bahwa anak itu kelak akan menjadi penolong bagi orang tuanya.

C.     Setiap Anak Dilahirkan Dalam Kondisi Fitroh
حديث أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيرَةَ رضي الله عنه: (فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ، ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ). (أخرجه البخاري في: 23 كتاب الجنائز: 80 باب إذا أسلم الصبي فمات هل يصلى عليه)
Artinya: Abuhurairah r.a. berkata: Nabi saw. bersabda: Tiada bayi yang dilahirkan melainkan lahir di aias fitrah, maka ayah bundanya
yang mendidiknya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi, sebagai lahirnya binatang yang lengkap sempurna. Apakah ada binatang yang lahir terputus telinganya? Kemudian Abuhurairah r.a. membaca: Fitratallahi allati fatharannaasa alaiha, laa tabdila likhalqillahi (Fitrah yang diciptakan Allah pada semua manusia, tiada perubahan terhadap apa yang dicipta oleh Allah. Itulah agama yang lurus.
(H.R. Bukhari, Muslim)
Dari hadits di atas dapat diketahui bahwa manusia yang baru lahir sebenarnya sudah membawa fitrah keagamaan yang lurus, namun kemudian orang tuanya lah yang menjadikan agama mereka  Islam, Yahudi, atau Nasrani dengan pendidikan, pengalaman dan kebiasaan yang diberikan oleh orang tua mereka masing-masing.
Jika kita cermati lebih dalam lagi, hadits ini lebih menekankan pada pengaruh pendidikan keluarga pada pembentukan fitah anak. Disini lah peran orang tua sangat penting, karena jika membicarakan pendidikan keluarga secara tidak langsung yang disoroti di sini adalah pola asuh yang ditanamkan orang tua untuk mengajarkan berbagai ilmu pada anak. Karena lebih dari 90% waktu anak dihabiskan bersama orang tua di lingkungan keluarga.
Faktor pertama yang mempengaruhi hasil belajar mengajar, jika merujuk pada teks hadis di atas adalah lingkungan keluarga, sebagai unit pertama dan institusi pertama anak dipelihara, dibesarkan dan dididik. Lingkungan keluarga di sini memberikan peranan yang sangat berarti dalam proses keberhasilan anak dalam pendidikan. Sebab di lingkungan inilah anak menerima sejumlah nilai dan norma yang ditanamkan sejak awal kepadanya.
Pada masa kecil, keimanan anak belum merupakan suatu keyakinan sebagai hasil pemikiran yang obyektif, tetapi lebih merupakan bagian dari kehidupan alam perasaan yang berhubungan erat dengan kebutuhan jiwanya akan kasih sayang, rasa aman dan kenikmatan jasmaniah. Peribadatan anak pada masa ini masih merupakan tiruan dan kebiasaan yang kurang dihayati.
Peniruan sangat penting dalam kehidupan anak, mulai dari bahasa, mode, adat istiadat dan sebagainya. Hampir semua kehidupan anak berpangkal pada proses peniruan. Misalnya saja, apabila anak-anak itu melihat orang tuannya shalat, maka mereka juga mencoba untuk mengikutinya. Maka dari itu, lingkungan keluarga (rumah tangga) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat dan sikap keberagamaan seseorang.

D.    Keharusan Yang Dilakukan Para Orang Tua Terhadap Anak Baru Lahir

1.      Sunnat Mengganti Nama Yang Jelek Dengan Nama Yang Baik
حديث أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ زَيْنَبَ كَانَ اسْمُهَا بَرَّةً، فَقِيلَ تُزَكِّي نَفْسَهَا فَسَمَّاهَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، زَيْنَبَ. (أخرجه البخاري في: 78 كتاب الأدب: 108 باب تحويل الاسم إلى اسم أحسن منه)
Artinya: Abuhurairah r.a. berkata: Dahulunya Zainab itu bernama Barrah, untuk menunjukkan kebaikan dirinya, lalu oleh Nabi saw. diganti nama Zainab r.a. (H.R. Bukhari, Muslim).
Hadits ini mengisyaratkan kepada kita semua, betapa Rasulullah sangat memperhatikan dengan nama-nama orang muslim ketika itu. Nama Barrah, bukanlah nama yang jelek secara arti, namun Rasulullah lebih menginginkan nama yang lebih baik dari itu, maka beliau gantilah nama Barrah tersebut dengan Zainab.
Memberikan nama kepada anak merupakan tradisi sosial yang turun temurun dilakukan oleh setiap orang dimana pun mereka berada. Sehingga dengan nama itu seorang anak dapat dikenali oleh orang-orang sekelilingnya. Di dalam Islam, pemberian nama kepada anak yang baru lahir bukanlah sekedar tradisi belaka, melainkan ia merupakan sunnah dan tuntunan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Di dalam pemberian nama ada hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik dalam hal ini orang tua. Yang di antaranya adalah memilihkan untuk mereka nama-nama yang baik dan indah, bukan nama-nama yang kelak dapat menodai kehormatan anak tersebut dan menjadikannya bahan celaan atau cemoohan bagi orang lain.
Sebuah nama bukanlah tanpa arti, melainkan ia merupakan do’a dan harapan orang tua kepada anaknya. Maka dari itu tidak heran, jika Rasulullah SAW. menganjurkan kepada umat Islam untuk memberikan nama kepada anak-anak mereka dengan nama-nama yang baik dan bernilai ibadah, seperti: Abdullah, Abdurrahman, Abdul Malik, Ahmad, Muhammad, serta nama para nabi lainnya. Dengan demikian, diharapkan umat Islam berbeda dengan umat-umat lainnya dalam setiap penampilan hidupnya, agar senantiasa menjadi suatu umat paling baik, yang menunjukkan umat manusia kepada cahaya kebenaran dan prinsip-prinsip Islam.

  1. Haram Memakai Nama Raja Yang Di Raja (Syahan-Syah) Malikul Amlaak (Malikul Muluk) (Qadhil Qudhaat)
حديث أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: أَخْنَعُ الأَسْمَاءِ عِنْدَ اللهِ رَجُلٌ تَسَمَّى بِمَلِكِ الأَمْلاَكِ. (أخرجه البخاري في: 78 كتاب الأدب: 114 باب أبغض الأسماء عند الله)
Artinya: Abuhurairah r.a. berkata: Nabi saw. bersabda: Nama yang sangat hina di sisi Allah ialah orang menamakan dirinya raja yang diraja (raja dari semua raja). (H.R. Bukhari, Muslim)
Dalam hadits ini Rasulullah SAW. mengabarkan bahwasanya nama atau gelar yang paling buruk, paling rendah, dan paling hina di sisi Allah adalah nama atau gelar yang mengandung arti Raja Diraja (raja dari segala raja). Hal ini dikarenakan dia meninggikan dirinya dengan ketinggian yang sulit dicapai dan mendudukkan dirinya dengan kedudukan Rabb Azza wajalla, dan dia mencoba menyamai kerajaan-Nya secara mutlak. Padahal Rasulullah SAW. telah menjelaskan bahwasanya tiada penguasa di alam semesta ini yang lebih berkluasa dan lebih merajai selain Allah SWT.
Hadits di atas mengajarkan kepada siapa saja yang hendak memberi nama atau gelar kepada seseorang yang dianggap memiliki kedudukan atau yang semacamnya, untuk memahami terlebih dahulu makna yang terkandung di dalamnya, sehingga tidak menimpa mereka ancaman dari hadits ini berupa kehinaan dan kerendahan bagi yang memberi atau yang diberi gelar dengan Raja Diraja.

  1. Sunnat Mentahnikkan Bayi Kepada Orang Yang Salih, Dan Diberi Nama Yang Baik.
“Tahnik ialah mengunyah sesuatu kemudian meletakkan/ memasuk- kan nya ke mulut bayi, lalu menggosok-gosokkan ke langit-langit mulutnya. Dilakukan demikian kepada bayi agar supaya ia terlatih terhadap makanan dan untuk menguatkannya. Dan yang patut dilakukan ketika mentahnik hendaklah mulut bayi tersebut dibuka sehingga sesuatu yang telah dikunyah masuk ke dalam perutnya. Dan yang lebih utama ketika mentahnik ialah dengan kurma kering (tamr). Jika tidak mudah mendapatkan kurma kering (tamr), maka dengan kurma basah (ruthab). Dan kalau tidak ada kurma dengan sesuatu yang manis dan tentunya madu lebih utama dari yang lainnya (kecuali kurma). Berikut di bawah ini disebutkan beberapa hadits mengenai tahnik.
حديث أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: كَانَ ابْنٌ لأَبِي طَلْحَةَ يَشْتَكِي، فَخَرَجَ أَبُو طَلْحَةَ، فَقُبِضَ الصَّبِيُّ فَلَمَّا رَجَعَ أَبُو طَلْحَةَ، قَالَ: مَا فَعَل ابْني قَالَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ: هُوَ أَسْكَنُ مَا كَانَ فَقَرَّبَتْ إِلَيْهِ الْعَشَاءَ، فَتَعَشَّى، ثُمَّ أَصَابَ مِنْهَا فَلَمَّا فَرَغَ، قَالَتْ: وَارِ الصَّبِيَّ فَلَمَّا أَصْبَحَ أَبُو طَلْحَةَ أَتَى رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ: أَعْرَسْتُمُ اللَّيْلَةَ قَالَ: نَعَمْ قَالَ: اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمَا فَوَلَدَتْ غُلاَمًا قَالَ لِي أَبُو طَلْحَةَ: احْفَظْهُ حَتَّى تَأْتِيَ بِهِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَأَتَى بِهِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، وَأَرْسَلَتْ مَعَهُ بِتَمَرَاتٍ، فَأَخَذَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: أَمَعَهُ شَيْءٌ قَالُوا: نَعَمْ، تَمَرَاتٌ فَأَخَذَهَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم، فَمَضَغَهَا، ثُمَّ أَخَذَ مِنْ فِيهِ، فَجَعَلَهَا فِي فِي الصَّبِيِّ، وَحَنَّكَهُ بِهِ، وَسَمَّاهُ عَبْدَ اللهِ. (أخرجه البخاري في: 71 كتاب العقيقة: 1 باب تسمية المولود غداة يولد لمن لم يعق عنه، وتحنيكه)
Artinya: Anas bin Malik r.a. berkata: Putra Abu Thalhah sakit, dan Abu Thalhah keluar lalu putranya mati, dan ketika kembali Abu Thalhah tanya: Bagaimana putraku? Jawab Ummu Sulaim: Kini ia telah tenang dari semula. Lalu Ummu Sulaim menghidangkan makan asya', dan sesudah makan lalu tidur bersetubuh pada Ummu Sulaim, setelah selesai Ummu Sulaim berkata pada orang-orang di rumah: Lurupilah anak itu. Kemudian ketika pagi Abu Thalhah pergi memberitahu pada Rasulullah saw. Nabi saw. bertanya: Apakah kalian kemantenan semalam? Jawab Abu Thalhah: Ya. Maka Nabi saw. berdo'a: Ya Alah berkahilah keduanya, maka setelah cukup waktunya Ummu Sulaim melahirkan putra. Abu Thalhah berkata: Jagalah anak ini sampai anda bawa kepada Nabi saw. Lalu dibawa oleh Anas kepada Nabi saw. dengan beberapa biji kurma, maka diterima oleh Nabi saw. bayi itu. Lalu Nabi bertanya: Apakah ada sesuatu yang dibawa bersamanya? Jawab Anas: Ya, beberapa biji kurma, lalu diterima oleh Nabi saw. dan Beliau kunyah beberapa biji kurma kemudian disuapkan pada bayi (yaitu tahnik) dan beliau beri nama anak itu dengan nama Abdullah. (H.R. Bukhari, Muslim).
حديث أَبِي مُوسى رضي الله عنه، قَالَ: وُلِدَ لِي غُلاَمٌ، فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ، فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ وَدَفَعَه إِلَيَّ وَكَانَ أَكْبَرَ وَلَدِ أَبِي مُوسى. (أخرجه البخاري في: 71 كتاب العقيقة: 1 باب تسمية المولود غداة يولد لمن لم يعق عنه، وتحنيكه)
Artinya: Abu Musa r.a. berkata: Aku mendapat seorang putra kemudian kubawa kepada Nabi saw. Kemudian oleh beliau anak itu diberi nama dengan nama Ibrahim, setelah itu beliau mentahniknya dengan Kurma dan mendo'akan keberkatan untuknya, lalu diserahkan kembali kepadaku, dan itu putraku yang terbesar (tertua). (H.R. Bukhari, Muslim)
حديث أَسْمَاءَ رضي الله عنها، أَنَّهَا حَمَلَتْ بِعَبْدِ اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَتْ: فَخَرَجْتُ وَأَنَا مُتِمٌّ فَأَتَيْتُ الْمَدِينَةَ، فَنَزَلْتُ بِقُبَاءٍ، فَوَلَدْتُهُ بِقُبَاءٍ ثُمَّ أَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، فَوَضَعْتُهُ فِي حَجْرِهِ ثُمَّ دَعَا بِتَمْرَةٍ فَمَضَغَهَا، ثُمَّ تَفَلَ فِي فِيهِ فَكَانَ أَوّلَ شَيْءٍ دَخَلَ جَوْفَهُ رِيقُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ثُمَّ حَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ، ثُمَّ دَعَا لَهُ وَبَرَّكَ عَلَيْهِ؛ وَكَانَ أَوَّلَ مَوْلُودٍ وُلِدَ فِي الإِسْلاَمِ. (أخرجه البخاري في: 63 كتاب مناقب الأنصار: 45 باب هجرة النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه إلى المدينة)
Artinya: Asmaa r.a. ketika mengandung Abdullah bin Azzubair, berkata: Aku keluar menuju Madinah di saat bunting tua, sesampainya di Qubaa' aku melahirkan, kemudian aku bawa putraku itu kepada Nabi saw. dan kuletakkan di pangkuan Nabi saw. lalu beliau meminta kurma dan dan mengunyahnya kemudian mentahnikkan (menyuapkan) nya ke dalam mulut bayiku itu, dan itulah pertama yang masuk ke dalam perut anakku, yaitu ludah Rasulullah saw. kemudian beliau mendo'akan keberkatan untuknya, dan itu pula pertama bayi dilahirkan dalam Islam. (H.R. Bukhan, Muslim).
Tahnik sebagaimana dijelaskan pada tiga hadis di atas adalah mengunyah sesuatu kemudian meletakkan/ memasukkan nya ke mulut bayi, lalu menggosok-gosokkan ke langit-langit mulutnya. Dalam hal ini disunnatkan dengan menggunakan kurma dan dilakukan setelah si bayi itu lahir, namun jika tidak didapatkan kurma ketika itu maka boleh digantikan dengan yang lain, sesuatu yang manis, sebab menurut ulama yang membolehkan tahnik (bukan perbuatan khusus bagi Rasulullah SAW. saja), maka yang paling utama menurut mereka menggunakan kurma, jika tidak ada maka dengan sesuatu yang manis sebagaimana pendapat Syafi’iyyah dan Hanabilah. Dan sunnah pula mentahnikkan sorang bayi itu kepada seorang yang sholeh, sebagaimana para sahabat yang tersebut di dalam hadits di atas membawa putra-putrinya kepada Rasulullah SAW untuk ditahnik.
Sebagaimana dijelaskan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik di atas bahwa Rasulullah SAW setelah selesai mentahnik putra Abu Thalhah, beliau berdo’a dengan do’a keberkahan dan kemudian memebrikan nama kepeda putra Abu Thalhah dengan nama Abdullah. Jadi selain ditahnik dengan kurma atau sesuatu yang manis, seorang bayi juga sunnat untuk dido’akan dengan do’a-do’a keberkahan serta diberi nama dengan nama-nama yang baik dan bernilai ibadah dalam Islam.
Menurut para ulama terdahulu dan para ahli kesehatan, mentahnik bayi yang baru lahir dengan kurma itu ada beberapa hikmah yang terkandung di dalamnya, di antaranya adalah agar yang paling pertama masuk di perut bayi adalah sesuatu yang manis dan ketika itu berdoa mengharapkan keberkahan. Selain itu, sebagaimana yang dipaparkan oleh dr. Muhammad Ali al-Baar bahwa tahnik bermanfaat bagi kesehatan si bayi. Karena sesungguhnya kandungan zat gula “glukosa” dalam darah bayi yang baru lahir adalah sangat kecil, dan jika bayi yang lahir beratnya lebih kecil maka semakin kecil pula kandungan zat gula dalam darahnya.
Oleh karena itu, bayi prematur (lahir sebelum dewasa), beratnya kurang dari 2,5 kg, maka kandungan zat gulanya sangat kecil sekali, dimana pada sebagian kasus malah kurang dari 20 mg/100ml darah. Adapun anak yang lahir dengan berat badan di atas 2,5 kg maka kadar gula dalam darahnya biasanya di atas 30 mg/100 ml.
Kadar semacam ini berarti (20 atau 30 mg/100 ml darah) merupakan keadaan bahaya dalam ukuran kadar gula dalam darah. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya berbagai penyakit, seperti: Bayi menolak untuk disususi, otot-ototnya melemas, berhenti secara terus-menerus aktivitas pernafasan dan kulit bayi menjadi kebiruan, Kontraksi atau kejang-kejang. Maka mentahnik bayi dengan kurma adalah sebuah perkara yang menakjubkan, karena di dalamnya terdapat manfaat-manfaat medis yang besar. Terbukti bahwa pada kurma terdapat unsur-unsur vital yang dapat melindungi dari penyakit dan menguatkan daya tahan tubuh yang telah didapatkannya dari Allah. Kurma memainkan peran sebagai vaksin yang akan melindungi dan membentenginya sepanjang hidupnya, sebagaimana bayi yang diberi vaksin polio, difteri, dan campak.
Selain itu mentahnik dengan kurma juga dapat menambah berat badan anak, memelihara ketajaman dan kebinaran mata, mencegah penonjolan bola mata, melawan kekaburan, menguatkan penglihatan dan pendengaran, menenangkan saraf dan menguatkannya, menghilangkan ketegangan, menggiatkan kelenjar tiroid, serta memberikan ketenangan dan kedamaian kepada jiwa.
Kurma mudah dicerna dan cepat berpengaruh dalam menyegarkan tubuh. Ia dapat melancarkan kencing, membersihkan lever, dan mencuci ginjal. Air rebusannya bermanfaat untuk melawan batuk, radang saluran pernapasan, dan dahak. Seratnya dapat melawan konstipasi (sembelit). Dan garam-garam mineralnya dapat menyeimbangkan keasaman darah yang menjadi penyebab pengerasan ginjal dan empedu, encok, wasir, dan darah tinggi. Demikianlah papar Ahmad Salim Badwilan dalam The Miracle of Dates karyanya. Wallahu a’lam bis shawab.


PENUTUP

     A.  KESIMPULAN
Islam adalah agama yang memperhatikan ummatnya dalam segala hal dan aspek kehidupan. Bukan hanya dalam masalah beribadah kepada Allah semata, tetapi islam juga memperhatikan aspek-aspek sosial yang berhubungan dengan keluarga terutama anak dan juga orang banyak, masyarakat luas.
Dari paparan diatas, bisa simpulkan bahwa sebenarnya Islam begitu sangat memperhatikan dengan pendidikan dan perkembangan generasi-generasinya, yang dalam hal ini dicontohkan secara langsung oleh Rasulullah SAW., bagaimana Rasulullah mencontohkan kepada orang tua dalam hal memberikan nasihat dan wajengan agar nasihat itu bisa diterima oleh anak, bagaimana pula berbuat baik kepada anak-anak sendiri, dan bukan hanya sekedar itu. Rasulullah SAW juga memperhatikan dan mencontohkan serta menganjurkan ummatnya untuk memberi nama yang baik, yang mana pemberian nama ini akan sengat berpengaruh pada kondisi anak di waktu besarnya kelak. Rasulullah juga sangat memperhatikan dengan kondisi si bayi terutama kesehatannya, maka dari itu beliau selalu menganjurkan untuk mentahnik anak yang baru lahir dengan kurma, hal ini bertujuan untuk menguatkan daya tahan tubuh si bayi. Dan juga beliau menganjurkan untuk mendo’akan setiap anak yang baru lahir dengan do’a-do’a keberkahan, yang dalam hal ini mengandung nilai-nilai spiritual baik bagi orang tua maupun anak.
Maka dari itu, diharapkan kepada para orang tua untuk lebih memperhatikan dengan sunnah-sunnahnya Rasulullah SAW., secara khusus sunnah-sunnah Beliau yang berhubungan langsung dengan masalah pendidikan anak sejak dini, agar tercipta generasi-genarasi muslim yang handal, yang mampu meneguhkan agamanya, bangsa, dan negaranya. Sebab nasib agama dan bangsa terletak pada generasi-generasi mudanya, dan nasib generasi muda tergantung pada pendidikan orang tua sejak kecilnya dan para guru yang mengajarinya.


          B. SARAN
Demikianlah makalah singkat ini penulis susun setelah mentela’ah beberapa hadits yang berhubungan langsung dengan “Pendidikan Anak Dalam Islam”. Yang merujuk pada kitab al-Lu’lu’wa al-Marjan dan beberapa kitab hadits lainnya sebagai tambahan penjelasan. Meski tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, namun setidaknya bisa menambah wawasan dan pengetahuan penulis. Sebagai penutup penulis sarankan kepada siapa saja yang membaca makalah ini untuk dapat kiranya mengoreksi dan mencermati lebih dalam lagi isi yang ada di dalamnya, dan jika ada kesalahan dalam bentuk apa pun, maka sebuah kehormatan bagi penulis jika Anda berkenan untuk memberitahukannya kepada kami, agar kami bisa memperbaikinya di kemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar