C
E T U S A N J I W A & P E R A S A A
N
DI SAAT-SAAT
PELEPASAN
Oleh: KH. Moh. Ideris
Jauhari
Anak-anakku calon wisudawan/wisudawati yang berbahagia!
Pada saat-saat seperti
sekarang ini, di mana kami merasa begitu bangga melihat wajah-wajah cerah dan tegar
kalian, dimana kalian semua begitu optimis dan percaya diri untuk segera
mengakhiri perjalanan panjang kalian yang melelahkan di pondok tercinta ini
untuk menyongsong masa depan kalian yang penuh harapan. Rasanya setiap kita
(kami dan kalian semua) pantas untuk bertanya dalam hati masing-masing, “Dalam
suasana seperti ini kata-kata apakah yang paling tepat diungkapkan untuk
mewakili perasaan dan tekad kita masing-masing”
Anak-anakku…!
Kiranya, tidak ada
ungkapan yang lebih tepat untuk kita ikrarkan dalam hati, untuk kita ucapkan,
dan untuk kita amalkan dengan jawarih kita masing-masing, kecuali seperti apa
yang pernah dicetuskan oleh Nabi Sulaiman a.s. dan disebutkan di dalam
Al-Qur’an.
هّذّا مِنْ فَضْلِ رَبِّي
لِيَبْلُوَنِى ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ
شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ
وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّى غَنِيٌّ كَرِيْمٌ
“Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku
bersyukur atau kufur (terhadap nikmat-Nya). Barangsiapa bersyukur, maka
sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa
kufur, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia” (Q.S.
An-Naml:40)
Ya, setelah mengakui
bahwa segala ini merupakan karunia Allah SWT., kita hanya dihadapkan kepada dua
alternatif: “bersyukur atau kufur”. Tidak ada pilihan lain. Karena itu,
pandai-pandailah kita memilih, ariflah kita memahami dan menyikapi pilihan kita
itu, dan bijaksanalah kita dalam mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Sebab, hanya mereka yang alim, arif, dan hakim sajalah yang mampu
melewati kehidupan ini dengan selamat dan sukses.
Dalam hal ini, marilah
kita memilih bersyukur menurut arti yang sebenarnya, yaitu mengakui dengan hati
dan lisan setiap pemberian apapun yang kita terima sebagai kebaikan si pemberi,
berusaha mempergunakannya sesuai dengan kehendak si pemberi, berusaha
mengembangkannya seoptimal mungkin, dan berusaha membalas pemberiannya dengan
kebaikan atau pembelaan. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya.
Anak-anakku yang berbahagia…!
Hari-hari ini adalah
hari-hari akhir kita berkumpul, bermuwajahah, bercakap-cakap dalam suasana
penuh kekeluargaan, seperti yang telah sering kita lakukan bersama-sama selama
ini secara formal, sebagai santri, mahasiswa, dan anak-anak kami di pondok yang
sangat kita cintai ini.
Tidak lama lagi, suasana
itu akan berubah. Secara formal, kalian tidak akan lagi seperti hari-hari ini
dan hari-hari kemaren. Kalian akan memperoleh predikat baru, panggilan dan
sebutan baru, yaitu sebagai “Sarjana dan Alumni Institut Dirosat Islamiyah
Al-Amien Prenduan”. Suatu predikat yanga begitu indah dan agung, suatu
panggilan yang menjadi dambaan setiap orang menuntut ilmu dalam lembaga
pendidikan formal.
Tetapi kalian harus sadar
bahwa di balik predikat tersebut sebenarnya terdapat suatu amanah dan tanggung
jawab yang cukup berat. Kalian harus membuktikan bahwa kalian memang
benar-benar berhak untuk menyandang predikat tersebut. Bukankah keberhasilan
suatu lembaga itu memang dinilai melalui produknya? Tidak bisa semata-mata
dilihat dari kelengkapan atau kecanggihan fasilitas, sarana, system, atau
bahkan juga dari kehebatan pimpinan atau guru-gurunya. Sungguh citra
pondok dan almamater ini selanjutnya benar-benar dipertaruhkan di atas
pundak kalian.
Anak-anakku yang berbahagia…!
Bagi kita hari-hari ini
bisa berarti benar-benar yang paling akhir jika Allah menghendaki demikian.
Setelah perpisahan nanti, mungkin saja kita tidak akan pernah bertemu lagi,
karena salah satu di antara kita –kami atau kalian- lebih dulu dipanggil
keharibaan Allah SWT. tidak seorang pun dari kita mengetahui kapan dan dimana
kita akan mati. Allah SWT. berfirman:
وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ مَاذَا
تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ
بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوْتُ إِنَّ اللهَ
عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti)
apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat
mengetaui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha mengetahui, Maha
mengenal”
(Q.S.
Luqman: 34).
Jika demikian, anggaplah
kata-kata kami ini sebagai wasiat terakhir kami kepada kalian, sebagai kata
perpisahan paling akhir dalam perjalanan hidup kita di dunia yang fana ini. Di
hadapan pengadilan Sang Mahaadil kelak, semuanya itu akan terbukti, dibuktikan,
dan dipertanggungjawabkan.
Tetapi, hari-hari ini
bisa juga “bukan yang paling akhir”. Jika Allah SWT. masih memberi kita
kesempatan untuk berjumpa lagi setelah ini, Insya Allah kami tidak akan pernah
bosan untuk mengulang-ulang kembali apa yang kami sampaikan ini. Tentu saja
dalam suasana dan proporsi yang berbeda dengan hari-hari kita yang telah lewat.
Insya Allah, kami tidak akan pernah berhenti untuk terus mengingatkan kalian
kepada yang lalu, untuk menambah atau melengkapi apa yang telah kami berikan
kepada kalian selama ini. Sebab kalian adalah anak-anak kami, saudara-saudara
kami, anggota keluarga kami….. sampai kapan pun dan di mana pun kalian berada.
Periode kehidupan yang kalian lewati di pondok dan di kampus ini merupakan
periode yang sangat segnifikan dan “menentukan” bagi hitam-putihnya perjalanan
hidup kalian selanjutnya. Karena itu, rasanya terlalu naïf untuk melupakan
masa-masa tersebut begitu saja.
Terus terang saja, kami
sebenarnya memiliki “kepentingan dan pamrih” tertentu pada kalian. Dan kami
tahu pasti apa yang menjadi pamrih kami tersebut, yaitu suatu pamrih yang
bersumber dari kasih sayang dan ikatan persaudaraan lillahi ta’ala, suatu
pamrih yang mengarah pada tegaknya syi’ar agama Islam di muka bumi ini, Li
‘izzil Islam wal Muslimien…
Anak-anakku yang berbahagia..!
Percayalah, orang tua
yang sebenar-benarnya tidak akan pernah bosan melihat anaknya. Orang yang
mencintai sesuatu, yang punya pamrih, orang yang memiliki kepentingan terhadap
sesuatu… pasti tidak akan mengenal istilah bosan atau kapok. Jika tidak
berhasil satu kali, pasti akan dicobanya lagi, lagi, dan lagi, sampai ia
berhasil.
Maka, sadarlah selalu,
anak-anakku kalian adalah orang yang berharga. Karena itu, hargailah diri
kalian. Tapi jangan sekali-kali minta dihargai. Orang yang meminta-minta
dihargai biasanya memang tidak berharga. Hargai diri kalian sesuai dengan harga
sebenarnya. Jangan terlalu mahal, sehingga tidak laku dan dijauhi orang. Tapi
juga jangan terlalu murah, sehingga akhirnya kalian menjadi orang-orang yang
tidak berharga sama sekali. Dan yang terpenting, letakkanlah diri kalian pada
tempat yang berharga, agar harga diri kalian tetap tinggi dan tidak jauh.
Jangan jadi anak hilang,
dan jangan menghilangkan diri sendiri, kaitkanlah hati kalian dengan pondok,
kampus dan almamater kalian, insya Allah kalian akan menjadi orang-orang yang
mulia. Ingat kepada almamater, berarti kalian pandai berterima kasih. Karena
itu, pandai-pandailah berterimakasih pada sesama, pasti kalian pandai bersyukur
kepada Allah SWT.
Camkan dan
renungkanlah….!
·
Di hati kami, kalian adalah pahlawan perjuangan
harapan kami. Menangkanlah perjuangan ini..!
·
Di mata kami kalian adalah anak-anak manis
kebanggaan kami. Jangan kecewakan kami dengan sikap dan prilaku tercela…!
·
Bagi kami, kalian adalah cermin, tempat kami
melihat wajah kami, wajah pondok ini. Pada pribadi dan akhlak kalianlah, wajah
pondok dan almamater yang sebenarnya akan terpantul di tengah-tengah
masyarakat. Hati-hatilah…!
·
Bagi kami, kalian adalah segala-galanya. Dan di
pundak kalian terletak masa depan pondok ini, masa depan umat ini. Ingatlah itu…!
Demikianlah cetusan jiwa
dan perasaan kami kepada kalian saat ini dan saat yang akan datang. Begitulah
harapan, obsesi dan tekad kami selamanya. Semoga anak-anakku dapat menimbang
rasa, dan tidak mengecewakan harapan-harapan kami tersebut.
Selamat jalan,
anak-anakku… selamat berjuang, pahlawanku.... Selamat mengabdi dan
mengembangkan diri! Do’a-do’a tulus kami akan tetap selalu mengiringi setiap
derap langkah kalian.
Al-Amien
Prenduan di saat-saat akhir pelepasan
Guru
yang selalu mengharapkan kalian
MUHAMMAD
IDERIS JAUHARI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar