Sabtu, 29 Maret 2014

“SANTRI SARUNGAN BERTOPI COWBOY ALASKA YANG KEDODORAN”



Judul tulisan ini mungkin terdengar aneh dan sedikit mengundang gelitik tawa saudara pembaca yang budiman, sekilas judul ini seperti sebuah cerpen atau anekdot lelocon belaka. Namun apalah arti dari sebuah judul, ia diunggulkan hanya untuk menarik minat dan perhatian pembaca saja, begitulah kira-kira menurut hemat penulis yang serba kekurangan ini.
          Sebenarnya judul di atas adalah sebuah ungkapan atau plesetan untuk kerancuan seseorang dalam berpikir tentang agama lebih-lebih tentang Tuhan dewasa ini. Bagi kita yang terbiasa berdiam di rumah saja dan tak pernah melengokkan kepala ke jendela lebih-lebih keluar rumah sekedar untuk menghirup udara segar atau berjalan-jalan di sekitar pasar, bareng tuk membeli sehelai selimut guna menahan dingin di malam hari atau hanya untuk menyeruput dan menikmati secangkir kopi saja. Kita mungkin tak kan pernah mengetahui bagaimana bisingnya jalanan, hiruk pikuknya pasar ikan yang bercampur dengan bau anyer yang sama sekali tak menyegarkan, dan panasnya terik mentari di luar sana.

          Perumpamaan di atas hanyalah testemoni penulis belaka untuk mengajak sahabat pembaca agar berpikir lebih keras lagi tentang kehidupan di luar sana. “kehidupan luar keras bung…!” begitulah penggalan kata dari seorang sahabat saya sehabis keluar dari Bus Kota yang kemudian ikut nibrung halaqahnya genk kopi tubruk di kampus tempo dulu. Sekilas kata sahabat saya ini terdengar biasa saja, dan ungkapan basa-basi dari seorang yang telah kelelahan sehabis melakukan perjalanan seharian.
          Namun jika kita cermati lebih dalam, ada nilai filosofis dari kata-kata singkat di atas, ungkapan itu tidak keluar dengan begitu saja, tapi menggambarkan sebuah kenyataan hidup yang pernah dialami. Kehidupan kota yang jauh dari nilai-nilai paguyuban, membuat seseorang harus berpikir lebih keras tentang sebuah masalah yang dihadapinya. Maka jangan heran jika suatu saat kita menemukan sesuatu yang jauh dari kebiasaan sehari-hari kita, atau bahkan keluar dari norma-norma keagamaan dan kebudayaan yang kita anut selama ini. Tidak hanya sampai di situ, bahkan Tuhan yang dalam pandangan kita sebagai seorang mukmin yang memiliki keyakinan dan I’tiqad yang bersih dan benar, keesaan dan kemahakuasaan-Nya cukup hanya diimani. Namun dalam kenyataannya saat ini, pembahasan tentang Tuhan sudah masuk pada ranah perdebatan yang bermuara pada kerancuan berpikir dan kesesatan. 
Pembaca yang budiman…
Bagi kalian yang pernah menuntaskan membaca novel mega bestseller-nya Habiburrahman “Bumi Cinta” atau kalian yang telah melahap sekian banyak buku-buku filsafat. Nama Nietzche, bukanlah nama yang asing lagi di banak dan pikiran kalian. Nietzche adalah seorang ateis yang pada tahun 1882-an dengan beraninya ia mendeklarasikan sebuah pernyataan “god is dead”. Bagi kita yang masih berpikiran normal dan meyakini akan adanya Tuhan, sungguh pernyataan Nietzche ini adalah pernyataan yang sama sekali tidak bisa kita terima.
          Tapi anehnya, kita tiba-tiba mendengar mahasiswa muslim “mengusir” Tuhan dari kampusnya dan membuat plesetan tentang Allah dengan gaya filosof barat. ini adalah guyonan yang tidak lucu dan wacana intelektual yang wagu. Seperti santri sarungan tapi kepalanya bertopi cowboy Alaska yang kedodoran. Tidak bisa sujud tapi juga tidak bisa lari. Bagaikan parodi dalam drama kolosal yang berunsur westerntainment.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar