Senin, 04 Maret 2013

KHUSYU’ DAN HADIR HATI DI DALAM SHOLAT


Sholat adalah tiang agama, pengikat keyaqinan, ghiroh dalam tho’at, dan penghulu segala ibadah, dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda; “sholat adalah tiang agama, barang siapa yang mendirikannya berarti dia telah mendirikan agama dan barang siapa yang meninggalkannya berarti dia telah merobohkan agama”.Tiang adalah pondasi penentu dalam sebuah bangunan, maka sudah barang tentu kekuatan dan daya bebannya harus benar-benar diperhatikan karena pondasilah yang nantinya akan menyokong segala bangunan yang ada di atasnya. Apabila pondasi ini lemah maka jangan harap bangunan di atasnya bisa bertahan dengan kuat.

Memperindah bangunan itu penting  tapi memperkukuh bangunan itu jauh lebih penting, begitu pula halnya dengan sholat, sifat pondasi itu ada dua yaitu rapuh dan kukuh. Pondasi yang rapuh adalah pondasi yang dibangun atas dasar asal-asalan tanpa ada perkiraan dan ilmu pengetahuan di dalamnya, sehingga bobot kekuatannya tidak pernah diperhitungkan. Sementara pondasi yang kukuh dibangun atas dasar perkiraan dan ilmu pengetahuan yang matang dan dikerjakan dengan penuh telatin dan hati-hati. Sebagai seorang yang berakal apakah kita akan memilih yang rapuh ataukah yang kukuh, semua pilihan dan ketentuan ada di tangan kita.
Rasulullah saw. bersabda; “Sholatlah kalian sebagaimana aku sholat”. Dari hadits ini jelas bahwasanya sholat itu tidak bisa dilakukan dengan sesuka hati masing-masing individu, tetapi mesti ada tata cara dan aturan yang harus diikuti dan dipatuhi oleh para mushollien. Lantas bagaimanakah sholatnya Rasulullah saw.?, sebagai seorang yang hidup jauh dari zaman Rasul sudah barang tentu ia tidak bisa melihat secara langsung bagaimana sholatnya Rasulullah saw. maka dari itu dibutuhkan ilmu pengetahuan tentang hal itu dengan cara mengkaji ilmu yang berkenaan dengan tata cara sholatnya Rasulullah saw., ilmu tentang hal itu telah banyak dibahas oleh para ulama terdahulu di dalam kitab-kitabnya, tinggal keinginan dan kemauan dari setiap individu sajalah yang akan menentukan semuanya.
Secara garis besar tata cara dalam sholat bisa dibagi kepada dua hal yakni lahiriah (lahiriyah adalah tata cara sholat yang berkenaan dengan rukun, syarat, dan sunnatnya, hal ini telah diurai secara detail oleh ulama-ulam fiqih di dalam kitab-kitab fiqih) dan yang kedua adalah bathiniyah (bathiniyah adalah hal-hal yang berkenaan dengan adab hati seorang musholli kepada Allah di dalam sholatnya, hal ini banyak dibahas oleh ulama-ulama tashawwuf di dalam kitab-kitab mereka). Bagi yang menginginkan kesempurnaan sholat hendaklah ia mengetahui kedua hal tersebut dan memperaktekkannya, hingga mencapai kesempurnaan lahiriyah dan bathiniyah di dalam sholatnya
Untuk mempelajari tata cara sholat secara lahiriah tidaklah terlalu susah karena ia telah banyak diurai di madrasah-madrsah, mejlis ta’lim, maupun pengajian dan perkumpulan dan lainnya, gerakan-gerakannya bisa dipraktekkan secara langsung oleh para guru atau pengajar serta ditiru oleh para pelajar. Sementara bathiniyah, ia butuh latihan dari setiap individu karena bagaimanapun juga ia tidak bisa dipraktekkan secara langsung melalui jawarih (anggota tubuh), tetapi ia menuntut rasa yang sumbernya adalah hati, maka inti dari semuanya itu adalah hati. maka dari itu seorang mushalli dituntut untuk menghadirkan hatinya kepada Allah di dalam sholatnya yang puncaknya adalah khusyu’ dan khudu’.
Menghadirkan hati di dalam sholat bukanlah hal yang mudah, yang bisa dilakukan oleh anggota tubuh dengan begitu saja, tetapi ia butuh latihan dan konsentrasi penuh guna menghadirkan Allah di dalam hati ketika sholat atau agar sholatnya selalu ingat kepada Allah dan tidak lalai alias lengah. Perintah untuk selalu zikrullah atau hadir hati di dalam sholat sangatlah jelas sebagaimana firman Allah di dalam Al-Qur’an; “dirikanlah Sholat untuk mengingatku”, di lain ayat Allah juga berfirman; “beruntunglah bagi orang-orang mukmin, yang mereka khusyu’ di dalam sholatnya”, begitu pula ancaman bagi mereka yang lalai dalam sholatnya, Allah dengan tegas menyebutkan hal ini di dalam Al-Qur’an; “celakalah bagi orang-orang yang sholat, yang mereka lalai di dalam sholatnya dan mereka yang riya’ (agar dilihat oleh orang lain)”. Dari beberapa ayat tersebut jelas bahwasanya menghadirkan hati dan khusyu’ dalam sholat merupakan suatu kewajiban bagi para mushollien, dan itu menjadi penentu bagi diterima dan tidaknya sholat seseorang.
Yang dimaksud dengan hadir hati di dalam sholat adalah kosongnya hati dan pikiran dari pada segala sesuatu selain Allah dan hal-hal yang berhubungan dengan sholat. Sepanjang perjalanan hidup kita sebagai manusia yang dibekali dengan akal dan nafsu rasanya tidak pernah sedetik pun kita merasakan hati diam tanpa bicara, mesti bisikan-bisikan halus selalu menggelayut dalam kesendiriannya, dan bisikan-bisikan itu bersandar pada perbuatan kita sehari-hari, jika dalam keseharian kita lebih condong kepada dunia maka dunialah yang akan berbisik atau hadir di dalam hati, begitu pula sebaliknya. Maka tidak ada cara untuk menjadikan hati agar selalu ingat atau hadir melainkan dengan memutus sebab-sebabnya yang mana sebabnya adalah khawathir (bisikan-bisikan halus dalam hati) dan khawatir itu muncul dari segala pekerjaan keseharian kita, maka seharusnya bagi setiap musholli untuk mengosongkan hatinya dari segala bisikan terlebih dahulu sebelum dia masuk kedalam sholat dan apabila bisikan-bisikan itu datang diketika sholat hendaklah ia cepat-cepat memalingkan dan menggantikannya dengan mengingat Allah saw, dan membisikkan dalam hatinya bahwasanya dia sedang berdiri dihapan raja diraja, dan sedang munajat atau berkomunikasi dengan sang Maha Mendengar dan Melihat dengan segala perkataan dan perbuatan baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Dan yang terakhir, bagi siapa yang ingin agar hatinya selalu hadir dan zikir di dalam sholat, serta menginginkan kekhusyu’an di dalamnya maka hendaklah ia menjaga hati, pikiran dan perbuatannya sehari-hari dari hal-hal duniawi dan melatihnya untuk selalu ingat kepa Allah saw. dan Rasul-Nya serta hari akhir, sebab sholat adalah cermin diri maka siapa yang ingin melihat dirinya hendaklah ia melihat kadar lalai dan lupanya di dalam sholat, semuanya akan tampak dengan jelas di dalamnya…….!

Wallahu a’lam bish showab……..
Ihdinash shirathal mustaqiem, shirathal ladziena an’amta ‘alaihim ghairil maghdhu bi ‘alaihim waladh dhaallien….amien……

Tidak ada komentar:

Posting Komentar