Minggu, 11 November 2012


سيد الاستغفار

حدثنا أبو معمر حدثنا عبد الوارث حدثنا الحسين حدثنا عبد الله بن بريدة قال حدّثني بشير بن كعب العدوي قال حدثني شدّاد بن أوس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم: سيد الاستغفار أن تقول: اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي، وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ اَلذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، قال: ومن قالها من النهار موقنا بها فمات من يومه قبل أن يُمسي فهو من أهل الجنة، و من قالها من الليل و هو موقن بها فمات قبل أن يصبح فهو من أهل الجنة (أخرجه البخاري فى صحيحه، كتاب الدعوات).


Diriwayatkan dari Syaddad[1] bin Aus ra. dari Nabi Shalallahu 'alahi wa Sallam bahwasannya Beliau bersabda: (Sayyidul Istighfar[2] adalah engkau mengatakan): “Ya Allah, Engkau Tuhanku. Tiada Tuhan selain Engkau. Kauciptakan aku, dan aku adalah hamba-Mu. Akan selalu kupenuhi Janjiku kepada-Mu sebisaku[3]. Kepada-Mu aku berlindung dari keburukan amal perbuatanku. Kuakui segala nikmat yang telah Kauanugrahkan kepadaku. Dan kuakui pula dosaku kepada-Mu, karena sungguh tiada yang mampu mengampuni dosa selain Engkau.” Barangsiapa mengucapkannya disiang hari dalam keadaan yakin dengannya kemudian dia mati pada hari itu sebelum sore hari, maka dia termasuk penduduk surga dan siapa yang mengucapkannya di waktu malam hari dalam keadaan dia yakin dengannya, kemudian dia mati sebelum shubuh maka ia termasuk penduduk surga.
(H.R. Al-Bukhori)
Sayyidul Istigfar termasuk dzikir yang utama dan doa yang barokah yang sepantasnya bagi setiap muslim untuk menjaganya dan membacanya disetiap pagi dan sore hari, ia adalah doa yang agung yang mencakup banyak makna, di antaranya adalah taubat, merendahkan diri kepada Allah swt. dan kembali menghadap kepada-Nya. Nabi Muhammad saw. menamainya sebagai Sayyidul Istighfar (penghulu istighfar), yang demikian itu dikarenakan ia melebihi seluruh bentuk istighfar dalam hal keutamaan, dan lebih tinggi dalam hal kedudukan. Sebagaimana yang kita ketahui dari makna sayyid, ia adalah orang yang melebihi kaumnya dalam hal kebaikan dan yang berkedudukan tinggi dikalangan mereka.
Sisi lebih dari keutamaan doa ini dibanding bentuk istighfar yang lain adalah:
1.      Nabi Muhammad saw. mengawalinya dengan pujian kepada Allah dan pengakuan bahwa dirinya adalah hamba Allah sebagai makhluk ciptaan-Nya (penetapan Tauhid Ar Rububiyyah), Dan bahwa Allah adalah Al Ma'buud (sesembahan) yang haq dan tiada sesembahan yang haq selainNya. Maka Dia adalah satu-satunya yang berhak untuk disembah dan ini merupakan realisasi Tauhid Al Uluhiyyah.

2.      Pernyataannya bahwa ia senantiasa tegak diatas janji dan kokoh diatas ikatan berupa iman kepada Allah, kitab-kitab-Nya, seluruh Nabi dan Rasul-Nya. Dan berjanji menjalankan segenap ketaatan kepada Allah dan perintah-Nya. Ia akan menjalaninya sesuai kemampuan dan kesanggupannya. Kata-kata istatha’tu dalam hadits di atas adalah sebuah pemberitahuan dari Rasulullah kepada ummatnya; bahwa tidak seorang pun mampu melaksanakan seluruh kewajibannya kepada Allah dan tidak pula melaksanakan keta’atan mensyukuri nikmatnya dengan sempurna.

3.      Berlindung kepada Allah swt. dari seluruh kejelekan apa yang telah dia perbuat, baik sikap kurang dalam menjalani apa yang Allah wajibkan baginya yaitu mensyukuri nikmat-Nya ataupun berupa perbuatan dosa.

4.      Mengakui akan nikmat Allah dan anugerah-Nya serta pemberian -Nya yang tiada pernah berhenti.

5.      Mengakui atas dosa-dosanya, sehingga ia pun lantas memohon ampunan kepada Allah swt dari itu semua dengan segenap pengakuannya bahwa tiada yang bisa mengampuni segala dosa kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala.

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

(آل عمران: 135)

“Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui. ”
(Al Imran : 135)

Sayyidul Istighfar adalah paling sempurna istighfar dari beberapa bentuk istighfar yang ada. Karena itu ia menjadi seagung-agungnya bentuk istighfar dan yang paling utama dan paling mencakup untuk kandungan maknanya yang mesti akan diampuni dosa-dosa. Kemudian Rasulullah saw menghakhiri penyebutan doa tersebut dengan menjelaskan pahala yang besar dan ganjaran yang luar biasa yang akan didapat oleh orang yang menjaga doa tersebut setiap pagi dan sore hari. Beliau saw. mengatakan :

“Barangsiapa mengucapkannya disiang hari dalam keadaan yakin dengannya kemudian dia mati pada hari itu sebelum sore hari, maka dia termasuk penduduk surga dan siapa yang mengucapkannya di waktu malam hari dalam keadaan dia yakin dengannya, kemudian dia mati sebelum shubuh maka ia termasuk penduduk surga. ”

Hanyalah Seorang yang mengucapkan doa ini dan menjaganya yang akan memperoleh janji yang mulia dan pahala serta ganjaran besar nan utama ini, karena ia telah membuka harinya dan menutupnya dengan penetapan Tauhidullah baik Rububiyyah-Nya dan Ululhiyyah-Nya. Dan pengakuan dirinya sebagai hamba yang siap menghamba dan persaksiannya terhadap anugerah dan nikmat Allah. Pengakuannya dan kesadarannya akan kekurangan-kekurangan dirinya dan permohonan maaf dan ampunan dari Dzat yang Maha Pengampun, diiringi dengan rasa tunduk dan rendah dihadapan-Nya untuk senantiasa patuh dan taat kepada-Nya. Ini semua merupakan cakupan makna yang utama dan sifat yang mulia yang ia buka dan tutup lembaran siangnya. Yang pantas bagi orang yang mengucapkan dan menjaganya mendapat maaf dan ampunan, terbebas dari neraka dan masuk surga.
 
Fadlilah Istighfar
Banyak sekali keutamaan (Fadlilah) istighfar yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan hadits, antara lain:

وأن استغفروا ربكم ثم توبوا إليه يمتعكم متاعا حسنا إلى أجل مسمى ويؤت كل ذى فضل فضله (الهود: 3)

“Dan hendaklah kalian memohon ampun kepada Tuhan kalian kemudian bertobatlah kepada-Nya, maka Dia akan memberikan kepada kalian kenikmatan yang baik sampai kebatas waktu tertentu dan dia pasti memberikan kepada setiap orang menurut kadarnya masing-masing” (Hud: 3)
إذا أذنب العبد ذنبا فقال: اللهم اغفرلى. يقول الله: أذنب عبدى ذنبا فعلم أن له ربا يأخذ بالذنب ويغفرالذنب. عبدي اعمل ما شئت فقد غفرت لك (رواه البخارى و المسلم)

Apabila seorang hamba berdosa dengan suatu dosa kemudian ia berdo’a, “Ya Allah ampunilah aku”, maka Allah berfirman, “Hambaku telah berdosa, tapi ia tahu bahwa ia memiliki Tuhan yang akan menyiksanya karena dosa itu dan akan memberi ampun terhadap dosa itu. Hambaku berbuatlah engkau apa yang engkau suka (dari amalan-amalan yang baik), sungguh aku telah mengampuni dosa-dosamu.” (HR. Bukhari & Muslim)

عن الأغر المزني وكانت له صحبة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إنه ليغان على قلبي وإني لأستغفرالله فى اليوم مائة مرة (رواه المسلم)

“Sungguh hatiku sering benar tertutup, karena itu aku selalu memohon ampun kepada Allah, setiap hari 100 kali” (HR. Muslim)

 Wallahu a’lam bish shawab

            Dan masih banyak lagi ayat dan hadits yang menjelaskan tentang keutamaan istighfar yang tidak dituliskan disini. Dan di dalam istighfar juga ada syarat yang harus dipenuhi oleh al-mustaghfirin guna mencapai kesempurnaan dalam pengakuan atas dosa-dosa yang telah diperbuatnya dan memperoleh ampunan dari Allah swt, daiantara syarat-syaratnya adalah; niat yang benar, tawajjuh hati kepada Allah dan menyempurnakan adab-adab dalam berdo’a. wallahu a’lam bish shawab…..
 
“Dinukil dari kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al-Haitami bab ad-da’wat”

 

 

 



[1] Saddad  bin ‘Aus bin Tsabit bin Mundzir bin Haram al-Anshari bin Akhi Hasan bin Tsabit asy-Sya’ir, ia termasuk kibarus sahabah yang tinggal di Syam dan kuniyahnya adalah Abu Ya’la
[2] Menurut al-Thiebi; istighfar ini dinamakan sayyidul istighfar lantaran ia adalah do’a yang menghimpun seluruh makna istighfar, digunakan nama sayyid karena sayyid adalah pemimpin yang mana seluruh kebutuhan tertuju kepadanya dan segala urusan kembali kepadanya
[3] Ibnu Baththol berkomentar tentang al-‘ahdu dan al-wa’du menurutnya yang dimaksud dengan al-‘ahdu adalah ketika pertama kali ia mengambil perjanjian dengan Allah dengan firmannya “alastubirobbikum” kemudian mereka pun mengakui dengan ketuhanan-Nya dan tunduk dengan ke-esaan-Nya. Sementara al-wa’du adalah sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Rasulullah saw. “barangsiapa mati tanpa menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun jua dan ia melaksanakan apa yang diwajibkan padanya maka ia akan dimasukkan kedalam surga” yang dimaksud dengan menunaikan yang diwajibkan padanya dalam hadits ini adalah ahdun mitsaqun  yaitu mengesakan Allah (tauhid)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar