Suatu ketika ayah
pernah menasehatiku melalui sebuah surat yang bunyinya begini;
Assalamu ‘alaikum
putraku…..
Anakku… melalui
surat ini ayah hanya ingin mengingatkan kepadamu bahwa di zaman sekarang ini,
tidak sedikit orang yang menyibukkan diri dengan memperindah dan menghias
lahiriah mereka, sementara batiniahnya dibiarkan amburadul –ghoflah-, mereka
berkhusyu’-khusyu’ dalam ibadah tapi sejatinya tidak khusyu’, dan mereka beribadah
dengan ketiadaan hadir hati.
Anakku… jika suatu
saat kau mengalami penyakit seperti ini, maka bersegeralah melakukan terapi
diri untuk menyembuhkannya dengan cara menyibukkan dirimu untuk menjaga
rahasia-rahasia hatimu, agar cahaya hatimu tetap memancar menghiasi pekerjaan
lahiriahmu. Dengan demikian kau akan berhias tanpa perhiasan, berwibawa tanpa
pengikut, mulia tanpa kabilah dan suku.
Anakku… Cukuplah
sabda Rasulullah SAW ini sebagai peganganmu “Barangsiapa yang memperbaiki
hatinya Allah akan membaguskan lahir-nya”. Tak perlu kau mencari dokter atau
pisikiater yang lain, cukuplah wajengan dan sabda-sabda kanjeng Nabi sebagai
obat dan terapi untuk menyembuhkan penyakit-penyakit batiniah kita selama ini.
Sampai di sini ayah rasa kau sudah paham, tak perlu lagi ayah menjelaskan
panjang lebar kepadamu.
Anakku… semoga kau
baik-baik saja disana. Dipenghujung isi surat ini ayah ingin menuliskan satu
hal untukmu. Bahwa selama ini ayah mendidik dan membesarkanmu itu semua bukan
tanpa pamrih, tapi ayah tau persis apa yang seharusnya menjadi pamrih ayah.
Sebuah pamrih yang bersumber dari rasa kasih sayang dan lillahi ta’ala demi
tegaknya si’ar agama Islam di persada bumi ini, li ‘izzil Islam wal Muslimien
itu saja.
Putraku…
Percayalah… orang
tua yang sesungguhnya, mereka tidak pernah mengenal istilah bosan apalagi kapok
untuk mendidik dan membesarkan putra-putrinya. Jika ia gagal satu kali, maka
akan dicobanya lagi, lagi, dan lagi sampai ia berhasil.
Putraku….
Do’a-do’a tulus ayah akan selalu menyertai derap langkah
kakimu. Teruslah memperbaiki diri wahai putra tercintaku… camkan dan renungkanlah
olehmu wahai anakku..!”
Nagara, disaat-saat
kerinduan
Orang tua yang
selalu mengharapkanmu
Ayahmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar