Senin, 30 Juni 2014

Etika Bergaul Dengan Lawan Jenis Yang Bukan Muhrim



BAB I
PENDAHULUAN
Hanya Islam agama yang diridhai di sisi Allah swt, Islam adalah agama yang paling mulia dan telah mengajarkan kepada umatnya untuk hidup dalam kemuliaan. Agama Islam juga memerintahkan kepada umatnya untuk saling menghormati, mencintai serta menghargai sesamanya.
Bahkan saling mencintai karena Allah swt dan persaudaraan dalam agama-Nya termasuk ibadah yang paling utama, dan ia adalah buah dari akhlaq yang baik dan kedua-duanya terpuji
Islam juga telah mengatur seluruh tatanan kehidupan bagi umatnya, melalui pedoman dan norma-norma yang telah diberikan oleh Allah swt dan nabi-Nya berupa Al-Qur`an dan As Sunnah. Maka Islam telah mengatur bagaimana caranya menjalin hubungan atau bermuamalah dengan sesama manusia, termasuk bagaimana bergaul dengan kawan, bergaul dengan lawan jenis, dan juga melarang berduaan dengan lawan jenis yang bukan muhrim. larangan mempertontonkan aurat, dan menjaga angota badan dari maksiat serta menjaga rasa malu.
Namun jika melihat fenomena yang ada sekarang justru sangat bertentangan hukum dan syari`at Islam. Seperti gaya hidup kalangan remaja, mahasiswa, bahkan orang tua yang sudah menikah. Pergaulan bebas telah melunturkan norma-norma susila dan etika yang terkandung dalam Al-Qur`an dan As Sunnah.
Banyak orang yang tidak lagi merasa malu bergandengan tangan, bahkan bermesraan di muka umum, sampai berakhir dengan penyesalan hidup yang berkepanjangan. Di beberapa kota besar muncul beberapa istilah, seperti ‘perek’ (Perempuan Eksperimen), atau ‘Ayam Kampus’ dan istilah semacamnya. Akibatnya terjadilah kasus hamil tanpa nikah atau terkenal dengan istilah ‘Pemilu’ (Perkawinan Hamil Duluan) yang mengarah kepada tindakan aborsi, stress, prostitusi, bahkan bunuh diri.
Yang sangat disayangkan fenomena ini juga terjadi di kalangan orang tua, terutama di kalangan pejabat, aparat, selebritis, dan orang-orang berduit. Mereka merasa bisa melakukan apa saja, juga mempunyai apa yang diistilahkan dengan WIL (Wanita Idaman Lain) tanpa setahu isteri yang tua, akhirnya bila timbul permasalahan hukum warisan, harta gono-gini, siapa yang jadi wali nikah dan beberapa hak-hak perdata yang terlanggar, barulah ribut sengketa diangkat dan diajukan ke pengadilan. Di sini kalangan tua yang seharusnya memberikan teladan baik malah memberikan contoh yang tidak baik pada generasi muda, yang dapat berdampak pada moral generasi yang akan datang.
Islam sebagai agama yang rohmatan lil ‘alamin telah mengatur itu semua. Dalam pergaulan, Islam sangat meninggikan martabat ummatnya dengan memberikan batasan-batasan atau aturan-aturan yang bertujuan untuk menjaga kehormatan satu sama lainnya. Dalam makalah kecil ini, penulis akan memaparkan beberapa hadits Nabi yang berhubungan secara langsung dengan pergaulan, yang tentunya disertai dengan penjelasan yang diambil dari beberapa sumber. Dengan tujuan, makalah ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang etika dalam pergaulan, sehingga dengan demikian kita bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan aturan yang telah diajarkan oleh Nabi SAW. Dengan demikian, kita bisa beramal dengan ilmu, bukan beramal tanpa ilmu dan ilmu tanpa amal.



BAB II

PEMBAHASAN

A.  Dalil-dalil Syar’i
1.    Larangan Berduaan Dengan Non-Mahram
حَدِيثُ ابْن عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَقُولُ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ وَلاَ تُسَافِر الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ امْرَأَتِي خَرَجَتْ حَاجَّةً وَإِنِّي اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ انْطَلِقْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ (متفق عليه)
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra berkata: Aku mendengar Nabi saw bersabda: Jangan sekali-kali seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita melainkan bersama muhrimnya dan janganlah seorang wanita musafir melainkan bersama muhrimnya. Ada seorang lelaki bertanya: ya Rasulallah! Isteriku telah keluar untuk mengerjakan ibadat Haji sedangkan aku wajib mengikuti beberapa peperangan. Baginda bersabda: Berangkatlah kamu untuk mengerjakan Haji bersama isterimu[1]

2.    Etika Bergaul Dengan Ipar

حَدِيثُ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ (متفق عليه)
Artinya: Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir ra berkata: Rasulullah saw bersabda: Hindarkanlah dirimu dari bertemu dengan wanita yang bukan muhrimnya. seorang sahabat Ansar bertanya: Ya Rasulullah! Bagaimana dengan saudara ipar? Rasulullah saw bersabda: Ipar itu ialah mati (lebih merisaukan)[2]

3.    Pembagian Zina

حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَزِنَا الْعَيْنَيْنِ النَّظَرُ وَزِنَا اللِّسَانِ النُّطْقُ وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ (متفق عليه)
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata: Nabi saw bersabda: Allah swt telah mencatat bahawa anak cucu Adam cenderung terhadap perbuatan zina. Keinginan tersebut tidak dapat dielakkan lagi, yaitu dia akan melakukan zina mata dalam bentuk pandangan, zina mulut dalam bentuk pertuturan, zina perasaan yaitu bercita-cita dan berkeinginan mendapatkannya, sedangkan kemaluan ia menentukan berlaku atau tidaknya[3]
B.  Berdua-duaan Dengan Lawan Jenis Non-Mahram
Sebagian orang mungkin bertanya, kenapa berduaan dengan lawan jenis itu dilarang?. Bahkan memandang lawan jenis yang bukan mahram saja dapat dihukumkan dengan zina mata, apakah hal ini akan berakibat fatal bagi pelakunya?. Yang perlu untuk diketahui adalah, bahwa Islam tidak akan melarang ummatnya untuk melakukan sesuatu, melainkan pada sesuatu itu ada ‘illat atau bahaya yang dapat merusak pelakunya. Baik bahaya itu berhubungan dengan kerusakan fisik ataupun fisikis yang dalam hal ini keimanan. Dilarangnya berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram, sebab hal ini merupakan salah satu pintu fitnah yang dapat menjerumuskan seseorang ke dalam hal-hal yang diharamkan Allah swt.
Sebuah penelitian di Universitas Valencia menyatakan bahwa seorang yang berkholwat dengan wanita menjadi daya tarik yang akan menyebabkan kenaikan sekresi hormone kortisol. Kortisol adalah hormone yang bertanggung jawab terjadinya stress dalam tubuh. Meskipun subjek penelitian mencoba untuk melakukan penelitian atau hanya berpikir tentang wanita yang sendirian dengannya hanya dalam sebuah simulasi penelitian. Namun hal tersebut tidak mampu mencegah tubuh dari sekresi hormon tersebut.
“cukuplah anda duduk selama lima menit dengan seorang wanita. Anda akan memiliki proporsi tinggi dalam peningkatan hormone tersebut” . inilah temuan studi ilmiah baru-baru ini yang dimuat pada daily telegraph.
Para ilmuwan mengatakan bahwa hormon kortisol sangat penting bagi tubuh dan berguna untuk kinerja tubuh tetapi dengan syarat mampu meningkatkan proporsi yang rendah, namun jika meningkatnya hormon dalam tubuh dan berulang terus proses tersebut, maka yang demikian dapat menyebabkan meningkatnya nafsu seksual.
Bentuk yang menyerupai alat proses hormone penelitian tersebut menyimpul-kan bahwa tegangan  yang tinggi hanya terjadi ketika seorang laki-laki berduaan dengan lawan jenis (bukan mahram), dan tegangan tersebut akan terus meningkat pada saat wanitanya memiliki daya tarik yang lebih besar.
 Para peneliti mengatakan bahwa ketika ada lawan jenis di sekitar pria, sang pria kemungkinan besar membayangkan bagaimana mulai membangaun hubungan dengan sang wanita. Dan dalam penelitian lain, para ilmuwan menekankan bahwa situasi ini jika diulang (artinya jika keadaan seperti itu dibiarkan) bukan cuma mustahil akan bermunculan berbagai macam penyakit kronis, masalah psikologis dan kehancuran moral yang teramat parah tingkatnya, tetapi sudah memasuki hal yang pasti.[4]
Dalam Islam, bukan hanya berdua dengan lawan jenis saja yang diharamkan, bahkan berbaurnya pria dengan wanita juga diharamkan. Sebab apabila ini terjadi, akan dapat menimbulkan berbagai keburukan, paling tidak hilang perasaan malu dan kewibawaan kaum perempuan dan pria. Bukankah Rasulullah saw telah mengatur hal ini, apabila kaum wanita keluar rumah hendak melakukan shalat Ied, kaum pria tidak bercampur baur dengan kaum wanita. Kaum wanita di belakang kaum pria. Jika ada ketentuan yang jelas dalam beribadah, maka bagaimana jika hal ini terjadi di luar ibadah? Merupakan hal yang patut dimaklumi bahwa ketika beribadah (shalat) manusia berada dalam keadaan paling jauh dari keterkaitan dengan nafsu seksual. Bagaimana pencampurbauran itu terjadi di luar shalat? Sesungguhnya syetan itu mengalir dalam tubuh manusia sebagaimana aliran darah, maka tidak mustahil jika terjadi fitnah dan keburukan besar disebabkan pencapurbauran antara pria dan wanita ini. Rasulullah saw pernah mengingatkan dalam hadisnya yang artinya:“Aku tidak meninggalkan sesudahku, suatu fitnah yang lebih berbahaya dibanding dengan fitnah bagi pria dan wanita”.
Lalu bagaimana jika bertemu dengan kawan yang kebetulan berlainan jenis, maka cukuplah dengan mengucapkan salam dan berbincang seperlunya tanpa harus mencium serta berjabat tangan dengan mereka, sebab Nabi tidak berjabat tangan dengan wanita. Sebagaimana sabda beliau dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i yang artinya: “Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan kaum wanita”.
C.  Etika Bergaul Dengan Ipar
Seringkali para suami maupun istri mengabaikan permasalahan berhubungan komunikasi dan bergaul dengan ipar – ipar mereka, sehingga tak jarang mereka kerap akrab, bergaul tanpa batas, bahkan saat sang Ipar tinggal bersama satu rumah, suami/istri kerap kali melalaikan etika Islam dalam hal berbusana, istri tak canggung memakai busana minim di depan Ipar lelakinya, begitu juga sang Ipar adik istri tak canggung menggunakan busana seenaknya di depan suami kakaknya.
Seringkali pula suami-istri lupa bahwa ipar (adik atau kakak dari si istri atau si suami) bukanlah mahrom mereka, sebab mahram menurut Imam Nawawi adalah, Setiap wanita yang haram untuk dinikahi selamanya, disebabkan sesuatu yang mubah, karena statusnya yang haram.[5] Dalam hal ini, khususnya adik atau kakaknya sang istri, dia hanya dilarang dinikahi selama si istri masih menjadi istri yang sah, karena terkait larangan mengumpulkan dua saudara sebagaimana firman Allah:
وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْن الْأُخْتَيْنِ
Artinya: “(Kalian tidak boleh) menggabungkan dua perempuan bersaudara”[6] 
Maksud menggabungkan dari ayat ini adalah, seseorang tidak boleh menikahi dua wanita bersaudara, baik saudara kandung maupun sepersusuan sekaligus. Akan tetapi, jika sang istri sudah bercerai dengan suami, dan istri sudah habis masa ‘iddahnya, atau si istri tersebut telah meninggal, maka suami dari istri tersebut boleh menikahi ipar (adik/kakak) dari mantan istrinya.
Melihat penjelasan diatas, maka kedudukan ipar sama halnya dengan kaum muslimin dan muslimah lainnya, oleh karena itulah Nabi memperingatkan para sahabatnya untuk tidak bergaul (berdua-duaan) dengan wanita dan bahayanya bergaul dengan ipar sebagaimana sabda beliau di atas (Hadits Ke-2). Dalam hadits ini Nabi menyebutkan al-hamwu al-maut (Ipar adalah mati). Makna “Ipar adalah maut”, kata Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu, bahwa kekhawatiran terhadap ipar lebih besar daripada orang selainnya. Kejelekan bisa terjadi darinya dan fitnahnya lebih besar. Karena biasanya ia bisa masuk dengan leluasa menemui wanita yang merupakan istri saudaranya atau istri keponakannya, serta memungkinkan baginya berdua-duaan dengan si wanita tanpa ada pengingkaran, karena dianggap keluarga sendiri. Beda halnya kalau yang melakukan hal itu laki-laki ajnabi yang tidak ada hubungan keluarga dengan si wanita.[7]
Maka tak pelak lagi, untuk menjaga kemadhorotan yang terjadi lebih besar lagi, Nabi melarangnya secara umum untuk berkhalwat dan berduaan dengan Ipar, sebagaimana sabda beliau :
لا يخلون أحدكم  بامرأة فإن الشيطان ثالثهما.
Artinya: “Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya setan adalah orang yang ketiga”.[8] 
Ada beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan dalam bergaul dengan Ipar di antaranya adalah: 
  1. Memisahkan ipar dari tempat tinggal suami dan istri. Jika memang terpaksa satu rumah, maka suami-istri mesti benar benar menjaga diri mereka dan memberikan pengertian pula pada iparnya , sehingga mereka benar benar bisa saling menjaga pandangan, menjaga aurat dan menjaga diri dan hati masing-masing, dan ini sangat berat, karena menjaga khalwat, menjaga segala sesuatunya bukan sebuah hal yang sangat mudah.
  2. Menjaga pergaulan, sehingga memberlakukan ipar sebagaimana muslim atau muslimah lainnya yang bukan mahromnya, artinya tidak halal membonceng-nya, tidak halal menyentuh kulitnya, dan lain lainnya.
Jalan terbaik tentulah menjaga dan menutup pintu fitnah bagi keluarga, karena tak sedikit kasus perselingkuhan terjadi akibat tidak adanya batasan antara suami ataupun istri dengan ipar-ipar mereka.
D.  Macam-macam Zina
Zina dalam bahasa Arab dan zanah dalam bahasa Ibrani adalah perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan). Secara umum, zina bukan hanya di saat manusia telah melakukan hubungan seksual, tapi segala aktivitas-aktivitas seksual yang dapat merusak kehormatan manusia termasuk dikategorikan zina. Di dalam Islam, pelaku perzinaan dibedakan menjadi dua, yaitu pezina muhshan dan ghayru muhshan. Pezina muhshan adalah pezina yang sudah memiliki pasangan sah (menikah), sedangkan pezina ghayru muhshan adalah pelaku yang belum pernah menikah dan tidak memiliki pasangan sah.[9]
Islam memandang perzinaan sebagai dosa besar yang dapat menghancurkan tatanan kehidupan keluarga dan masyarakat. Berzina dapat diibaratkan seperti memakai barang yang bukan menjadi hak miliknya. Perbuatan zina sangat dicela oleh agama dan dilaknat oleh Allah. Pelaku perzinaan dikenakan sanksi hukuman berat berupa rajam jika pelakunya sudah menikah dan melakukannya secara sukarela (tidak dipaksa atau tidak diperkosa). Jika pelakunya belum menikah, maka mereka didera (dicambuk) 100 kali, kemudian diasingkan selama setahun. Mengenai larangan berzina, Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Isra’ ayat 32 yang artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, itu (zina) sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk”.
Lantas bagaimanakah dengan pacaran, apakah hal itu bisa dikatakan zina?. Jika kita melihat fenomena pacaran yang ada sekarang, di mana laki dan perempuan yang sedang dilanda asmara, mereka sering pergi berduaan, berjalan dengan berpegangan tangan, melontarkan kata-kata yang bersifat rayuan dan mengarah pada hal-hal yang mengundang nafsu birahi. Maka jelas hal itu adalah zina, sesuai dengan hadits Nabi di atas yang menjelaskan bahwa zina mata adalah memandang, zina telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berkata, dan zina hati adalah berkeinginan. Memang hal ini semua masuk dalam kategori zina kecil. Tapi ini semua menjadi pintu untuk melakukan zina besar, seperti dijelaskan pada akhir hadis di atas yang berbunyi “…sedangkan faraj (kemaluan) ia hanya menentukan berlaku atau tidaknya” Kenapa? Karena tidaklah mungkin orang akan berzina besar, jika zina kecil ini tidak dilakukan terlebih dahulu. Jadi meskipun zina kecil, hal ini juga tetap haram.


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Seluruh persoalan di atas merupakan penjelasan dari surat Al Isra` ayat 32, sebab kesemuanya menjelaskan tentang beberapa perangkap syetan yang menginginkan manusia terjerumus ke dalam lubang perzinaan, kenistaan dan kesengsaraan yang salah satunya adalah kholwat (berdua-duaan). Dalam hal ini Islam sangat memperhatikan tata kerama dalam pergaulan, karena pergaulan adalah pintu masuk menuju itu semua. Namun perlu disadari, Islam melarang itu semua bukan tanpa alasan, melainkan Islam menginginkan ummatnya agar benar-benar menjadi khoira ummah, ummat yang bermartabat dan bermoral serta memiliki harga diri yang tinggi.
Menjaga pergaulan sepeti meninggalkan berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan muhrim, dan termasuk juga ipar, yang belakangan ini mulai samar dan banyak dilupakan oleh suami-istri bahwa keberadaannya bukanlah muhrim, melainkan wanita atau lelaki halal, yang apabila si suami atau si istri merninggal atau cerai, maka ia boleh menikahi iaparnya yang tiada lain adalah kakak atau adik dari mantan istri atau suaminya. Dengan demikian seseorang akan terhindar dari perbuatan yang bisa menyeret seseorang pada perzinahan.
Perzinahan yang dalam agama islam dihukumkan sebagai bagian dari dosa besar dapat digolongkan kepada dua bahagian; zina besar dan zina kecil. Zina besar adalah perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan), dan zina kecil adalah segala sesuatu yang dapat menyeret kepada perbuatan zina besar seperti yang digambarkan oleh Rasullah pada hadits di atas. Dalam hal ini berpacaran juga termasuk pada perbuatan yang mendekatkan kepada perzinahan. Maka meninggalkan semua itu hukumnya wajib dan melakukan semua itu adalah haram.

B.  Saran
Setelah mengetahui semua yang telah dipaparkan di atas, maka merupakan hal yang wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk menjaga etika dalam pergaulan, sesuai dengan tuntunan yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW., agar kedepannya terlahir generasi-generasi penerus yang bermartabat dan bermoral baik di kalangan manusia maupun di sisi Tuhan. Hanya generasi-generasi yang bermartabat dan bermoral sajalah yang akan memagang tampuk pemerintahan negri ini menuju baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafuur serta tegaknya agama Nabi Ibrahim yang hanif.
Hal yang manusiawi, terdapatnya kesalah dalam makalah kecil ini. Namun sebuah kebaikan, jika para pembaca khususnya dosen pembimbing berkenan memberikan saran dan keritikan kepada kami penulis untuk kebaikan dan perbaikan makalah ini. Dengan harapan ia bisa menjadi sebuah karya ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah pula.


[1] Hadits tersebut Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab haji hadits nomer 1729, Imam Muslim dalam kitab haji hadits nomer 2391, Imam Ibnu Majah dalam kitab Manasik hadits nomer 2891, Imam Ahmad bin Hambal dalam juz 1 halaman 222, 346

[2] Hadits tersebut Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab manasik hadits nomer 4831, Imam Muslim dalam kitab salam hadits nomer 4037, Imam At Turmudzi dalam kitab rida` hadits nomer 1091, Imam Ahmad bin Hambal dalam juz 4 halaman 149, 153, Imam Ad Darimi dalam kitab isti`zan Hadits Nomer 2528
[3] Hadits tersebut Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab isti`zan hadits nomer 5774, Imam Muslim dalam kitab al qadr hadits nomer 4801, Imam Abu Dawud dalam kitab nikah hadits nomer 1840, Imam Ahmad bin Hambal dalam juz 2 halaman 276, 317, 329, 343, 344, 349, 372, 379, 411, 431, 535, 536

[4] Sumber: http://www.masuk-islam.com/islam-melarang-wanita-dan-pria-berdua-duaan-terbukti-secara-ilmiah.html. (diakses pada rabu, 09 april 2014. Pukul 06. 54 wita).
[5] An-Nawawi. Syarah Shahih Muslim. 9:105
[6] Q.S. An-Nisa. 23
[7] Al-Minhaj, 14/ 378
[8] HR. Ahmad 1/18, Ibnu Hibban 1/436, dan dishahihkan oleh Al-Albani
[9] http://id.wikipedia.org/wiki/Zina (diakses pada  rabu, 10 April 2014. Pukul 09.47 wita.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar