BAB I
PENDAHULUAN
Hanya Islam agama yang diridhai di sisi
Allah swt, Islam adalah agama yang paling mulia dan telah mengajarkan kepada
umatnya untuk hidup dalam kemuliaan. Agama Islam juga memerintahkan kepada
umatnya untuk saling menghormati, mencintai serta menghargai sesamanya.
Bahkan saling mencintai karena Allah swt
dan persaudaraan dalam agama-Nya termasuk ibadah yang paling utama, dan ia
adalah buah dari akhlaq yang baik dan kedua-duanya terpuji
Islam juga telah
mengatur seluruh tatanan kehidupan bagi umatnya, melalui pedoman dan
norma-norma yang telah diberikan oleh Allah swt dan nabi-Nya berupa Al-Qur`an
dan As Sunnah. Maka Islam telah mengatur bagaimana caranya menjalin hubungan
atau bermuamalah dengan sesama manusia, termasuk bagaimana bergaul dengan
kawan, bergaul dengan lawan jenis, dan juga melarang berduaan dengan lawan
jenis yang bukan muhrim. larangan mempertontonkan aurat, dan menjaga angota
badan dari maksiat serta menjaga rasa malu.
Namun jika melihat
fenomena yang
ada sekarang justru sangat bertentangan hukum dan syari`at Islam. Seperti gaya hidup kalangan remaja,
mahasiswa, bahkan orang tua yang sudah menikah. Pergaulan bebas
telah melunturkan norma-norma susila dan etika yang terkandung dalam Al-Qur`an
dan As Sunnah.
Banyak orang yang tidak lagi merasa malu
bergandengan tangan, bahkan bermesraan di muka umum, sampai berakhir dengan
penyesalan hidup yang berkepanjangan. Di beberapa kota besar muncul beberapa
istilah, seperti ‘perek’ (Perempuan Eksperimen), atau ‘Ayam Kampus’ dan istilah
semacamnya. Akibatnya terjadilah kasus hamil tanpa nikah atau terkenal dengan
istilah ‘Pemilu’ (Perkawinan Hamil Duluan) yang mengarah kepada tindakan
aborsi, stress, prostitusi, bahkan bunuh diri.
Yang sangat
disayangkan fenomena ini juga terjadi di kalangan orang tua, terutama di
kalangan pejabat, aparat, selebritis, dan orang-orang berduit. Mereka merasa
bisa melakukan apa saja, juga mempunyai apa yang diistilahkan dengan WIL
(Wanita Idaman Lain) tanpa setahu isteri yang tua, akhirnya bila timbul permasalahan
hukum warisan, harta gono-gini, siapa yang jadi wali nikah dan beberapa hak-hak
perdata yang terlanggar, barulah ribut sengketa diangkat dan diajukan ke
pengadilan. Di sini kalangan tua yang seharusnya memberikan teladan baik malah
memberikan contoh yang tidak baik pada generasi muda, yang dapat berdampak pada
moral generasi yang akan datang.
Islam sebagai agama
yang rohmatan lil ‘alamin telah mengatur itu semua. Dalam pergaulan, Islam
sangat meninggikan martabat ummatnya dengan memberikan batasan-batasan atau
aturan-aturan yang bertujuan untuk menjaga kehormatan satu sama lainnya. Dalam
makalah kecil ini, penulis akan memaparkan beberapa hadits Nabi yang
berhubungan secara langsung dengan pergaulan, yang tentunya disertai dengan
penjelasan yang diambil dari beberapa sumber. Dengan tujuan, makalah ini bisa
menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang etika dalam pergaulan, sehingga
dengan demikian kita bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai
dengan aturan yang telah diajarkan oleh Nabi SAW. Dengan demikian, kita bisa
beramal dengan ilmu, bukan beramal tanpa ilmu dan ilmu tanpa amal.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Dalil-dalil
Syar’i
1.
Larangan
Berduaan Dengan Non-Mahram
حَدِيثُ
ابْن عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَقُولُ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ
إِلاَّ وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ وَلاَ تُسَافِر الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِي
مَحْرَمٍ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ امْرَأَتِي خَرَجَتْ
حَاجَّةً وَإِنِّي اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ انْطَلِقْ
فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ (متفق عليه)
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas
ra berkata: Aku mendengar Nabi saw bersabda: Jangan sekali-kali seorang lelaki
berduaan dengan seorang wanita melainkan bersama muhrimnya dan janganlah
seorang wanita musafir melainkan bersama muhrimnya. Ada seorang lelaki
bertanya: ya Rasulallah! Isteriku telah keluar untuk mengerjakan ibadat Haji
sedangkan aku wajib mengikuti beberapa peperangan. Baginda bersabda:
Berangkatlah kamu untuk mengerjakan Haji bersama isterimu[1]
2. Etika Bergaul Dengan Ipar
حَدِيثُ
عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ
فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ
قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ (متفق عليه)
Artinya: Diriwayatkan dari Uqbah bin
Amir ra berkata: Rasulullah saw bersabda: Hindarkanlah dirimu dari bertemu
dengan wanita yang bukan muhrimnya. seorang sahabat Ansar bertanya: Ya
Rasulullah! Bagaimana dengan saudara ipar? Rasulullah saw bersabda: Ipar itu
ialah mati (lebih merisaukan)[2]
3. Pembagian Zina
حَدِيثُ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ
الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَزِنَا الْعَيْنَيْنِ النَّظَرُ وَزِنَا
اللِّسَانِ النُّطْقُ وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ
ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ (متفق عليه)
Artinya: Diriwayatkan dari Abu
Hurairah ra berkata: Nabi saw bersabda: Allah swt telah mencatat bahawa anak
cucu Adam cenderung terhadap perbuatan zina. Keinginan tersebut tidak dapat
dielakkan lagi, yaitu dia akan melakukan zina mata dalam bentuk pandangan, zina
mulut dalam bentuk pertuturan, zina perasaan yaitu bercita-cita dan
berkeinginan mendapatkannya, sedangkan kemaluan ia menentukan berlaku atau
tidaknya[3]
B. Berdua-duaan Dengan
Lawan Jenis Non-Mahram
Sebagian orang mungkin bertanya, kenapa
berduaan dengan lawan jenis itu dilarang?. Bahkan memandang lawan jenis yang
bukan mahram saja dapat dihukumkan dengan zina mata, apakah hal ini akan
berakibat fatal bagi pelakunya?. Yang perlu untuk diketahui adalah, bahwa Islam
tidak akan melarang ummatnya untuk melakukan sesuatu, melainkan pada sesuatu
itu ada ‘illat atau bahaya yang dapat merusak pelakunya. Baik bahaya itu
berhubungan dengan kerusakan fisik ataupun fisikis yang dalam hal ini keimanan.
Dilarangnya berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram, sebab hal ini merupakan
salah satu pintu fitnah yang dapat menjerumuskan seseorang ke dalam hal-hal yang
diharamkan Allah swt.
Sebuah penelitian di Universitas
Valencia menyatakan bahwa seorang yang berkholwat dengan wanita menjadi daya
tarik yang akan menyebabkan kenaikan sekresi hormone kortisol. Kortisol adalah
hormone yang bertanggung jawab terjadinya stress dalam tubuh. Meskipun subjek
penelitian mencoba untuk melakukan penelitian atau hanya berpikir tentang
wanita yang sendirian dengannya hanya dalam sebuah simulasi penelitian. Namun
hal tersebut tidak mampu mencegah tubuh dari sekresi hormon tersebut.
“cukuplah anda duduk selama lima menit
dengan seorang wanita. Anda akan memiliki proporsi tinggi dalam peningkatan
hormone tersebut” . inilah temuan studi ilmiah baru-baru ini yang dimuat pada daily
telegraph.
Para ilmuwan mengatakan bahwa hormon
kortisol sangat penting bagi tubuh dan berguna untuk kinerja tubuh tetapi
dengan syarat mampu meningkatkan proporsi yang rendah, namun jika meningkatnya
hormon dalam tubuh dan berulang terus proses tersebut, maka yang demikian dapat
menyebabkan meningkatnya nafsu seksual.
Bentuk yang menyerupai alat proses
hormone penelitian tersebut menyimpul-kan bahwa tegangan yang tinggi hanya terjadi ketika seorang
laki-laki berduaan dengan lawan jenis (bukan mahram), dan tegangan tersebut
akan terus meningkat pada saat wanitanya memiliki daya tarik yang lebih besar.
Para peneliti mengatakan bahwa ketika ada
lawan jenis di sekitar pria, sang pria kemungkinan besar membayangkan bagaimana
mulai membangaun hubungan dengan sang wanita. Dan dalam penelitian lain, para
ilmuwan menekankan bahwa situasi ini jika diulang (artinya jika keadaan seperti
itu dibiarkan) bukan cuma mustahil akan bermunculan berbagai macam penyakit
kronis, masalah psikologis dan kehancuran moral yang teramat parah tingkatnya,
tetapi sudah memasuki hal yang pasti.[4]
Dalam Islam, bukan hanya berdua dengan
lawan jenis saja yang diharamkan, bahkan berbaurnya pria dengan wanita juga
diharamkan. Sebab apabila ini terjadi, akan dapat menimbulkan berbagai
keburukan, paling tidak hilang perasaan malu dan kewibawaan kaum perempuan dan
pria. Bukankah Rasulullah saw telah mengatur hal ini, apabila kaum wanita
keluar rumah hendak melakukan shalat Ied, kaum pria tidak bercampur baur dengan
kaum wanita. Kaum wanita di belakang kaum pria. Jika ada ketentuan yang jelas
dalam beribadah, maka bagaimana jika hal ini terjadi di luar ibadah? Merupakan
hal yang patut dimaklumi bahwa ketika beribadah (shalat) manusia berada dalam
keadaan paling jauh dari keterkaitan dengan nafsu seksual. Bagaimana
pencampurbauran itu terjadi di luar shalat? Sesungguhnya syetan itu mengalir
dalam tubuh manusia sebagaimana aliran darah, maka tidak mustahil jika terjadi
fitnah dan keburukan besar disebabkan pencapurbauran antara pria dan wanita
ini. Rasulullah saw pernah mengingatkan dalam hadisnya yang artinya:“Aku
tidak meninggalkan sesudahku, suatu fitnah yang lebih berbahaya dibanding
dengan fitnah bagi pria dan wanita”.
Lalu bagaimana jika bertemu dengan kawan
yang kebetulan berlainan jenis, maka cukuplah dengan mengucapkan salam dan
berbincang seperlunya tanpa harus mencium serta berjabat tangan dengan mereka,
sebab Nabi tidak berjabat tangan dengan wanita. Sebagaimana sabda beliau dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i yang artinya: “Sesungguhnya
aku tidak berjabat tangan dengan kaum wanita”.
C. Etika Bergaul
Dengan Ipar
Seringkali para suami maupun istri
mengabaikan permasalahan berhubungan komunikasi dan bergaul dengan ipar – ipar
mereka, sehingga tak jarang mereka kerap akrab, bergaul tanpa batas, bahkan
saat sang Ipar tinggal bersama satu rumah, suami/istri kerap kali melalaikan
etika Islam dalam hal berbusana, istri tak canggung memakai busana minim di
depan Ipar lelakinya, begitu juga sang Ipar adik istri tak canggung menggunakan
busana seenaknya di depan suami kakaknya.
Seringkali
pula suami-istri lupa bahwa ipar (adik atau kakak dari si istri atau si
suami) bukanlah mahrom mereka, sebab mahram menurut Imam Nawawi
adalah, Setiap wanita yang haram untuk dinikahi selamanya,
disebabkan sesuatu yang mubah, karena statusnya yang haram.[5] Dalam hal ini,
khususnya adik atau kakaknya sang istri, dia hanya dilarang dinikahi selama si
istri masih menjadi istri yang sah, karena terkait larangan mengumpulkan dua
saudara sebagaimana firman Allah:
وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْن
الْأُخْتَيْنِ
Artinya: “(Kalian
tidak boleh) menggabungkan dua perempuan bersaudara”[6]
Maksud
menggabungkan dari ayat ini adalah, seseorang tidak boleh menikahi dua wanita
bersaudara, baik saudara kandung maupun sepersusuan sekaligus. Akan tetapi,
jika sang istri sudah bercerai dengan suami, dan istri sudah habis masa
‘iddahnya, atau si istri tersebut telah meninggal, maka suami dari istri tersebut
boleh menikahi ipar (adik/kakak) dari mantan istrinya.
Melihat
penjelasan diatas, maka kedudukan ipar sama halnya dengan kaum muslimin dan muslimah
lainnya, oleh karena itulah Nabi memperingatkan para sahabatnya untuk tidak
bergaul (berdua-duaan) dengan wanita dan bahayanya bergaul dengan ipar
sebagaimana sabda beliau di atas (Hadits Ke-2). Dalam hadits ini Nabi
menyebutkan al-hamwu al-maut (Ipar adalah mati). Makna “Ipar
adalah maut”, kata Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu, bahwa
kekhawatiran terhadap ipar lebih besar daripada orang selainnya. Kejelekan bisa
terjadi darinya dan fitnahnya lebih besar. Karena biasanya ia bisa masuk dengan
leluasa menemui wanita yang merupakan istri saudaranya atau istri keponakannya,
serta memungkinkan baginya berdua-duaan dengan si wanita tanpa ada
pengingkaran, karena dianggap keluarga sendiri. Beda halnya kalau yang
melakukan hal itu laki-laki ajnabi yang tidak ada hubungan keluarga
dengan si wanita.[7]
Maka
tak pelak lagi, untuk menjaga kemadhorotan yang terjadi lebih besar lagi, Nabi
melarangnya secara umum untuk berkhalwat dan berduaan dengan Ipar, sebagaimana
sabda beliau :
لا يخلون أحدكم
بامرأة فإن الشيطان ثالثهما.
Artinya:
“Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena
sesungguhnya setan adalah orang yang ketiga”.[8]
Ada beberapa
hal yang sebaiknya diperhatikan dalam bergaul dengan Ipar di antaranya adalah:
- Memisahkan ipar dari tempat tinggal suami dan istri. Jika memang terpaksa satu rumah, maka suami-istri mesti benar benar menjaga diri mereka dan memberikan pengertian pula pada iparnya , sehingga mereka benar benar bisa saling menjaga pandangan, menjaga aurat dan menjaga diri dan hati masing-masing, dan ini sangat berat, karena menjaga khalwat, menjaga segala sesuatunya bukan sebuah hal yang sangat mudah.
- Menjaga pergaulan, sehingga memberlakukan ipar sebagaimana muslim atau muslimah lainnya yang bukan mahromnya, artinya tidak halal membonceng-nya, tidak halal menyentuh kulitnya, dan lain lainnya.
Jalan
terbaik tentulah menjaga dan menutup pintu fitnah bagi keluarga, karena tak
sedikit kasus perselingkuhan terjadi akibat tidak adanya batasan antara suami
ataupun istri dengan ipar-ipar mereka.
D. Macam-macam
Zina
Zina
dalam bahasa Arab dan zanah dalam bahasa Ibrani adalah perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan
yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan). Secara umum, zina
bukan hanya di saat manusia telah melakukan hubungan seksual, tapi segala
aktivitas-aktivitas seksual yang dapat merusak kehormatan manusia termasuk
dikategorikan zina. Di dalam Islam, pelaku perzinaan dibedakan menjadi dua, yaitu
pezina muhshan dan ghayru muhshan. Pezina muhshan adalah
pezina yang sudah memiliki pasangan sah (menikah), sedangkan pezina ghayru
muhshan adalah pelaku yang belum pernah menikah dan tidak memiliki pasangan
sah.[9]
Islam
memandang perzinaan sebagai dosa besar yang dapat menghancurkan tatanan
kehidupan keluarga dan masyarakat. Berzina dapat diibaratkan seperti memakai
barang yang bukan menjadi hak miliknya. Perbuatan zina sangat dicela oleh agama
dan dilaknat oleh Allah. Pelaku perzinaan dikenakan sanksi hukuman berat berupa
rajam jika pelakunya sudah menikah dan melakukannya secara sukarela (tidak
dipaksa atau tidak diperkosa). Jika pelakunya belum menikah, maka mereka didera
(dicambuk) 100 kali, kemudian diasingkan selama setahun. Mengenai larangan
berzina, Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Isra’ ayat 32 yang artinya: “Dan
janganlah kamu mendekati zina, itu (zina) sungguh suatu perbuatan keji dan
suatu jalan yang buruk”.
Lantas bagaimanakah dengan pacaran, apakah hal itu bisa
dikatakan zina?. Jika kita melihat fenomena pacaran yang ada sekarang, di mana
laki dan perempuan yang sedang dilanda asmara, mereka sering pergi berduaan,
berjalan dengan berpegangan tangan, melontarkan kata-kata yang bersifat rayuan
dan mengarah pada hal-hal yang mengundang nafsu birahi. Maka jelas hal itu
adalah zina, sesuai dengan hadits Nabi di atas yang menjelaskan bahwa zina mata
adalah memandang, zina telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berkata, dan
zina hati adalah berkeinginan. Memang hal ini semua masuk dalam kategori zina kecil.
Tapi ini semua menjadi pintu untuk melakukan zina besar, seperti dijelaskan
pada akhir hadis di atas yang berbunyi “…sedangkan faraj (kemaluan) ia hanya menentukan
berlaku atau tidaknya” Kenapa? Karena tidaklah mungkin
orang akan berzina besar, jika zina kecil ini tidak dilakukan terlebih dahulu.
Jadi meskipun zina kecil, hal ini juga tetap haram.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seluruh
persoalan di atas merupakan penjelasan dari surat Al Isra` ayat 32, sebab
kesemuanya menjelaskan tentang beberapa perangkap syetan yang menginginkan
manusia terjerumus ke dalam lubang perzinaan, kenistaan dan kesengsaraan yang
salah satunya adalah kholwat (berdua-duaan). Dalam hal ini Islam sangat
memperhatikan tata kerama dalam pergaulan, karena pergaulan adalah pintu masuk
menuju itu semua. Namun perlu disadari, Islam melarang itu semua bukan tanpa
alasan, melainkan Islam menginginkan ummatnya agar benar-benar menjadi khoira
ummah, ummat yang bermartabat dan bermoral serta memiliki harga diri yang
tinggi.
Menjaga
pergaulan sepeti meninggalkan berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan
muhrim, dan termasuk juga ipar, yang belakangan ini mulai samar dan banyak
dilupakan oleh suami-istri bahwa keberadaannya bukanlah muhrim, melainkan
wanita atau lelaki halal, yang apabila si suami atau si istri merninggal atau
cerai, maka ia boleh menikahi iaparnya yang tiada lain adalah kakak atau adik
dari mantan istri atau suaminya. Dengan demikian seseorang akan terhindar dari
perbuatan yang bisa menyeret seseorang pada perzinahan.
Perzinahan
yang dalam agama islam dihukumkan sebagai bagian dari dosa besar dapat
digolongkan kepada dua bahagian; zina besar dan zina kecil. Zina besar adalah
perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan
yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan), dan zina kecil
adalah segala sesuatu yang dapat menyeret kepada perbuatan zina besar seperti
yang digambarkan oleh Rasullah pada hadits di atas. Dalam hal ini berpacaran
juga termasuk pada perbuatan yang mendekatkan kepada perzinahan. Maka
meninggalkan semua itu hukumnya wajib dan melakukan semua itu adalah haram.
B. Saran
Setelah
mengetahui semua yang telah dipaparkan di atas, maka merupakan hal yang wajib
bagi setiap muslim dan muslimah untuk menjaga etika dalam pergaulan, sesuai
dengan tuntunan yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW., agar kedepannya
terlahir generasi-generasi penerus yang bermartabat dan bermoral baik di
kalangan manusia maupun di sisi Tuhan. Hanya generasi-generasi yang bermartabat
dan bermoral sajalah yang akan memagang tampuk pemerintahan negri ini menuju baldatun
thoyyibatun wa rabbun ghafuur serta tegaknya agama Nabi Ibrahim yang hanif.
Hal
yang manusiawi, terdapatnya kesalah dalam makalah kecil ini. Namun sebuah
kebaikan, jika para pembaca khususnya dosen pembimbing berkenan memberikan
saran dan keritikan kepada kami penulis untuk kebaikan dan perbaikan makalah
ini. Dengan harapan ia bisa menjadi sebuah karya ilmiah yang bisa dipertanggung
jawabkan secara ilmiah pula.
[1] Hadits tersebut Diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dalam kitab haji hadits nomer 1729, Imam Muslim dalam kitab
haji hadits nomer 2391, Imam Ibnu Majah dalam kitab Manasik hadits nomer 2891,
Imam Ahmad bin Hambal dalam juz 1 halaman 222, 346
[2] Hadits tersebut Diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dalam kitab manasik hadits nomer 4831, Imam Muslim dalam
kitab salam hadits nomer 4037, Imam At Turmudzi dalam kitab rida` hadits nomer
1091, Imam Ahmad bin Hambal dalam juz 4 halaman 149, 153, Imam Ad Darimi dalam
kitab isti`zan Hadits Nomer 2528
[3] Hadits tersebut Diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dalam kitab isti`zan hadits nomer 5774, Imam Muslim dalam
kitab al qadr hadits nomer 4801, Imam Abu Dawud dalam kitab nikah hadits nomer
1840, Imam Ahmad bin Hambal dalam juz 2 halaman 276, 317, 329, 343, 344, 349,
372, 379, 411, 431, 535, 536
[4] Sumber:
http://www.masuk-islam.com/islam-melarang-wanita-dan-pria-berdua-duaan-terbukti-secara-ilmiah.html.
(diakses pada rabu, 09 april 2014. Pukul 06. 54 wita).
[5]
An-Nawawi. Syarah Shahih Muslim. 9:105
[6] Q.S.
An-Nisa. 23
[7] Al-Minhaj,
14/ 378
[8]
HR. Ahmad 1/18, Ibnu Hibban 1/436, dan dishahihkan oleh Al-Albani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar