Surat
An Nisa Ayat 101-103
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأرْضِ
فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ
الَّذِينَ كَفَرُوا إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا (١٠١)
وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ
مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا
مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا
مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ
تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ
مَيْلَةً وَاحِدَةً وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ
أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ إِنَّ
اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا (١٠٢)
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى
جُنُوبِكُمْ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ
كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا (١٠٣)
Artinya: Dan apabila kamu
bepergian di muka bumi, maka tidaklah berdosa kamu mengqashar sholat, jika kamu
takut diserang orang kafir. Sesungguhnya orang kafir itu adalah musuh yang
nyata bagimu.
Dan apabila kamu (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka
(sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan sholat bersama-sama mereka, maka
hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat) besertamu dan menyandang
senjata mereka, kemudian apabila mereka (yang sholat besertamu) sujud (telah
menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu
(untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang lain yang belum sholat,
lalu mereka sholat denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang
senjata mereka. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap senjatamu dan
harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu sekaligus. Dan tidak mengapa kamu
meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan
atau karena kamu sakit, dan bersiap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah
menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.
Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan sholat(mu),
ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring.
Kemudian, apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah sholat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman. (Q.S. An-Nisa: 101-103)
Asbabun
Nuzul
Asbabun nuzul ayat 101-102: diriwayatkan oleh Ibnu Jarir
dari Ali beliau berkata: satu kaum dari Bani Najjar bertanya kepada Rasulullah
Saw., mereka berkata: “wahai Rasulullah, kami sedang dalam perjalanan, maka
bagaimana kami sholat?”. Maka turunlah ayat (وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأرْضِ
فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ). Ayat (wahyu)
terputus sampai di sini. Kemudian setelah hampir setahun setelah kejadian itu Nabi keluar tuk berperang, dan ketika
tiba waktu zuhur Nabi bersama para sahabatnya melaksanakan sholat zuhur. Pada
saat Nabi sedang sholat, kaum Musyrikin berseru: “Sungguh memungkinkan bagi
kalian untuk menyerang Muhammad dan Shohabatnya dari belakang, apakah kalian
ingin menyerangnya?”. Kemudian salah
seorang di antara mereka berkata: “masih ada kelompok lain yang sama banyaknya
dengan kelompok itu di belakangnya”. Kemudian Allah pun menurunkan ayat (إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ
الَّذِينَ كَفَرُوا) sampai pada ayat (عَذَابًا مُهِينًا).
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu
'anhuma tentang ayat, (إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَى) Ia
berkata, "Ketika itu Abdurrahman bin 'Auf terluka." Al Haafizh
berkata, "Maka turunlah ayat tersebut."
Tafsir
Mufradat
·
ضربتم : سافرتم yang berarti
melakukan perjalanan jauh atau bepergian
·
فليس عليكم جناح : Kata-kata
laisa ‘alaikum junahun itu berarti "tidak berdosa" untuk
menyingkirkan rasa was-was atau keberatan mengqashar sholat karena tidak biasa
dilakukan.
·
أن تقصروا : meng-qashor atau
berarti meringkas, bisa meringkas
'adad (jumlah), yakni dengan mengerjakan sholat yang empat rakaat menjadi dua
rakaat, dan bisa maksudnya qashrush sifat, yaitu meringankan rukun-rukun sholat
yang 2 rakaat itu, ketika dalam perjalanan dan saat kondisi khauf (khawatir).
·
وعلى جنوبكم :
مضطجعين yang berarti
dalam keadaan berbaring atau dalam keadaan bagaimana pun jua.
Tafsir
Ayat/ Kandungan
Tiga ayat di atas menerangkan tentang meng-qashor sholat
di ketika seseorang sedang dalam perjalanan jauh atau sedang bepergian dan di
saat dalam keadaan tidak aman atau dalam kekhawatiran, seperti dalam peperangan
dan lainnya.
Qashar yang artinya meringkas, bisa berarti meringkas secara
'adad (jumlah), yakni dengan mengerjakan sholat yang empat rakaat menjadi dua
rakaat, dan bisa pula maksudnya qashrush sifat, yaitu meringankan rukun-rukun sholat
yang 2 rakaat itu, ketika dalam perjalanan dan saat kondisi khauf (khawatir).
Mengerjakan dua rakaat sholat yang empat rakaat tersebut dilakukan karena dalam
perjalanan, dan meringankan sifat dilakukan karena kondisi khauf
(mengkhawatirkan serangan musuh). Namun jika dalam perjalanan yang tidak
mengkhawatirkan, maka hanya berlaku qashar jumlah, yakni mengerjakan sholat
yang empat rakaat menjadi dua rakaat, sedangkan jika tidak dalam perjalanan
(hadhar), tetapi kondisi mengkhawatirkan, maka berlaku qashrush sifat, yakni
memberikan keringanan rukun-rukun sholat seperti pada sholat khauf yang
disebutkan pada ayat 102 dari surah an-Nisa di atas.
Menurut Imam Syafi'i, mengqashar adalah rukhshah (kelonggaran)
sehingga tidak wajib. Namun demikian, hal itu tidaklah menafikan keutamaan
qashar. Bahkan mengqashar lebih utama berdasarkan beberapa alasan: Pertama,
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa mengqashar sholatnya ketika
safar. Kedua, mengqashar merupakan bentuk kelonggaran dan rahmat (kasih
sayang) Allah kepada hamba-hamba-Nya, dan Allah Subhaanahu wa Ta'aala suka
apabila rukhshah-Nya dikerjakan sebagaimana Dia tidak suka maksiat dikerjakan.
Zhahir ayat di atas menunjukkan bahwa meng-qashar sholat
yang berjumlah empat menjadi dua tidak dilakukan kecuali ada dua sebab, yaitu
safar dan kondisi mengkhawatirkan, oleh karena itu Umar bin Khaththab
radhiyallahu 'anhu sampai bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, "Wahai Rasulullah, mengapa kita mengqashar sholat, padahal kita
dalam keadaan aman?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ
فَاقْبَلُوا صَدَقَتَه .
Artinya: "Ia
adalah sedekah, di mana Allah memberikannya kepada kamu, maka terimalah sedekah
itu."
Dengan demikian, meskipun kita tidak dalam kondisi
mengkhawatirkan, mengqashar sholat dalam safar tetap disyari'atkan.
Mengenai cara sholat khauf seperti tersebut pada ayat 102 di
atas dilakukan dalam keadaan yang masih mungkin dikerjakan, apabila tidak
memungkinkan untuk dikerjakan seperti peperangan berkecamuk dan sulit membagi
dua pasukan, maka masing-masing mengerjakan sholat sesuai kemampuan, bisa
sambil berjalan, naik kendaraan menghadap kiblat maupun tidak (berdasarkan
surat Al Baqarah ayat 239).
Maka segala puji bagi Allah atas nikmat-nikmat-Nya yang
diberikan kepada kaum mukmin, dikuatkan-Nya mereka dan diajarkan-Nya mereka
cara-cara yang jika mereka mengerjakannya secara sempurna, maka tidak ada jalan
bagi musuh menguasai mereka kapan pun dan di mana pun.
Yakni dalam setiap keadaan. Hal itu, karena baiknya hati,
beruntung dan bahagianya terletak pada kembalinya mereka kepada Allah
Subhaanahu wa Ta'aala, mencintai-Nya dan memenuhi hati dengan mengingat dan
memuji-Nya. Yang demikian dapat dilakukan, salah satunya –bahkan yang paling
besarnya- adalah dengan sholat secara sempurna, di mana sholat itu pada
hakikatnya merupakan penghubung antara seorang hamba dengan Tuhannya.
Dalam sholat khauf yang ringkas tersebut tujuan dari sholat
tidak tercapai karena hati dan badan ketika itu disibukkan oleh perkara lain,
maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan untuk menutupi kekurangan
tersebut dengan dzikrullah dalam setiap keadaan. Manfaat dzikrullah sangat
banyak; hati dan badan yang sebelumnya lemah karena memerangi musuh menjadi
segar kembali dengannya, karena memang dzikrullah merupakan makanan bagi hati.
Demikian juga dzikrullah dengan sikap sabar dan teguh merupakan sebab
keberuntungan dan kemenangan, sebagaimana firman Allah, "Wahai
orang-orang yang beriman! Apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh
hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu
beruntung." (Q.S. Al Anfaal: 45), dan hikmah-hikmah lainnya yang
begitu banyak.
Kesimpulan
Tiga ayat di atas menerangkan secara
gamblang tentang meng-qashor sholat, di ketika seseorang sedang dalam
perjalanan jauh atau sedang bepergian dan di saat dalam keadaan tidak aman atau
dalam kekhawatiran, seperti dalam peperangan dan lainnya.
Dan dijelaskan pula pada ayat 102
tentang bagaimana kaifyah atau cara melaksanakan sholat khauf (meng-qashor dalam
keadaan tidak aman atau dalam kekhawatiran akan serangan musuh). Bukan hanya
sekedar itu, dalam ayat ini juga terdapat dalil bahwa shalat berjama'ah
hukumnya fardhu 'ain, karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan shalat
berjama'ah dalam kondisi yang mengkhawatirkan ini. Jika dalam kondisi seperti
ini masih diperintahkan shalat berjama'ah, maka dalam kondisi aman lebih
diperintahkan lagi.
Kemudian
pada ayat selanjutnya Allah menyuruh untuk menutup segala kekurangan di dalam
sholat itu dengan memperbanyak berzikir kepadanya, baik di ketika berduduk,
berdiri, maupun berbaring atau dalam hal bagaimana pun. Karena dzikrullah di
sini sangat bermanfaat terutama bagi hati dan badan yang sebelumnya lemah
karena memerangi musuh, maka iaakan menjadi segar kembali dengannya, karena
memang dzikrullah merupakan makanan bagi hati.
syukron ilmunya semoga bermanfaat, aamiin
BalasHapusBarokalloh wanafa'ahum
BalasHapusBoleh minta referensi nya kak?
BalasHapusSangat bermanfaat
BalasHapus